Kenapa Nilai Kurs Valuta Asing Naik?
Penulis berpandangan nilai kurs ini akan naik karena persepsi atau trust dan keinginan BI untuk mendapatkan keuntungan dari fluktuasi nilai valas.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Adler Haymans Manurung
TRIBUNNEWS.COM - Pertanyaan ini selalu muncul, kenapa nilai kurs valuta asing naik terus? Saat ini sudah pada level Rp 13.300 dan apa mungkin naik lagi? Penulis selalu menggunakan metode pernyataan berdasarkan teori dari pendekatan inflasi dan tingkat bunga.
Nilai kurs ada karena adanya perbedaan inflasi di negara kita dengan negara lain. Negara lain mempunyai inflasi yang lebih rendah dari kita sehingga menimbulkan adanya nilai kurs valuta asing terhadap rupiah. Jika ada perbedaan inflasi sebesar 1 persen, maka akan menimbulkan berapa besar nilai kurs tersebut.
Kalau kita perhatikan data Indonesia dengan data Amerika Serikat, nilai inflasi kita yang sekitar 4 persen dan nilai inflasi AS sekitar 2 persen, maka telah terjadi nilai kurs sebesar Rp 13.000 saat ini.
Jika inflasi mengalami peningkatan sampai melebihi 5 persen, sudah seharusnya nilai kurs akan lebih dari nilai kurs saat ini. Inflasi akan meningkat mengingat adanya kenaikan pembayaran listrik yang dilakukan hampir setiap bulan sehingga nilai kurs terhadap valuta asing akan mengalami kenaikan. Inflasi tersebut akan meningkat juga karena adanya kemungkinan kenaikan harga minyak pada masa mendatang.
Persoalan ini salah satu penyebab terjadinya kenaikan inflasi dan membuat kenaikan nilai kurs valuta asing terhadap rupiah. Jika pemerintah tak mengendalikan harga-harga di pasar, nilai kurs akan terus mengalami kenaikan.
Kenaikan nilai kurs juga bisa disebabkan adanya perbedaan tingkat bunga di antara dua negara. Perbedaan tingkat bunga tersebut mengakibatkan adanya nilai kurs antara dua negara semakin besar dan selalu dianggap mempunyai hubungan positif. Sebagai contoh bisa diperhatikan tingkat bunga yang berlaku di Indonesia dengan di AS, di mana tingkat bunga di Indonesia sebesar 7,5 persen berdasarkan pengumuman Bank Indonesia yang dikenal BI Rate, sementara AS tidak pernah bergerak dari 0,5 persen.
Perbedaan tingkat bunga sebesar 7 persen membuat adanya perbedaan kurs tersebut bisa mengalami peningkatan jika dikaitkan dengan bukan persoalan tingkat bunga. Pemerintah atau Bank Indonesia yang terus mempertahankan tingkat bunga 7,5 persen dan kelihatan nilai kurs terus mulai naik bertengger di sekitar nilai Rp 13.000 walaupun dalam minggu-minggu ini sudah menembus Rp 13.300.
Jika nilai kurs terus pada posisi tersebut, para pengusaha pasti mengalami kesusahan, terutama pengusaha dalam negeri yang membutuhkan bahan baku dari luar negeri.
Bagi pengusaha yang melakukan ekspor, nilai kurs bisa membuat kenaikan pada pendapatan. Jika bahan baku pengusaha ekspor juga dari bahan impor, nilai kurs bukan menjadi keuntungan tetapi sama juga, terkecuali pengusaha tersebut telah melakukan lindung nilai terhadap nilai kurs yang akan dipakai untuk masa mendatang.
Faktor sosial-politik
Kenaikan nilai kurs bisa juga disebabkan bukan oleh kedua faktor tersebut, melainkan oleh faktor sosial dan politik yang terjadi di negara tersebut. Artinya, faktor inflasi dan tingkat bunga tidak berubah tetap terjadi pada besaran yang sama dari tahun sebelumnya tetapi terjadi kenaikan nilai kurs valuta asing.
Oleh karena itu, faktor sosial dan politik menjadi faktor yang sangat besar berpengaruh atas adanya kenaikan nilai kurs valuta asing tersebut. Pertikaian elite politik juga memberi kontribusi terhadap perekonomian. Keberadaan kepemimpinan partai bukan karena adanya keluarga yang berkuasa, melainkan berbagai pihak yang bersatu untuk menguasai partai.
Semua pihak sadar bahwa KKN terbesar ada di suatu partai akan terbawa ke pemerintahan. Persoalan-persoalan ini menimbulkan ketidakpercayaan berbagai pihak, baik lokal maupun pihak luar negeri. Jika diartikan dalam bahasa Inggris, trust yang sedang menjadi persoalan pada percaturan sosial dan politik di Indonesia saat ini mengakibatkan perekonomian mengalami masalah sampai asing juga berpersepsi sama dengan pernyataan tersebut.
Dari kenaikan nilai kurs yang sampai sekitar Rp 13.300, maka pertanyaan yang muncul siapa yang menikmati kenaikan atau fluktuasi nilai kurs tersebut. Pertama-tama pasti semua pihak menyatakan bahwa pihak pemain valuta asing yang mengalami keuntungan atas pergerakan valuta asing tersebut. Banyak pihak yang merasa dirugikan atas fluktuasi nilai kurs valuta asing akan melihat ekonomi tidak akan mengalami perubahan.
Pihak lembaga keuangan mengalami keuntungan atas adanya fluktuasi valuta asing. Hal ini bisa diperhatikan dari laporan keuangan yang diterbitkan Bank Indonesia pada tahun 2013 dan 2014. Bank Indonesia mencatat keuntungan atas transaksi valuta asing sebesar Rp 33,6 triliun untuk tahun 2013 dan keuntungan sebesar Rp 51,97 triliun untuk 2014.
Penulis berpandangan nilai kurs ini akan naik karena persepsi atau trust dan keinginan BI untuk mendapatkan keuntungan dari fluktuasi nilai valuta asing tersebut.