Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Moncernya Bisnis Seragam Sekolah di Masa Pelajaran Baru

Tingginya gengsi dari segi busana sebagain penduduk Intim, katanya, menjadi salah satu alasan permintaan dari Intim tinggi

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Moncernya Bisnis Seragam Sekolah di Masa Pelajaran Baru
TRIBUN JABAR /GANI KURNIAWAN
Ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Memasuki musim kenaikan kelas, bisnis konveksi seragam sekolah makin moncer. Bahkan di tengah kondisi ekonomi yang lemah dan daya beli yang turun, bisnis itu masih menunjukkan pertumbuhan positif. Penyebabnya antara lain kebutuhan sekolah tak bisa ditunda meski berbarengan dengan momen Ramadan serta Lebaran.

"Musim kenaikan kelas tahun ini tumbuh sekitar 20 sampai 30 persen. Angka itu stabil dari tahun ke tahun," kata Herman (46), pengusaha konveksi sekolah asal Gedangan, Sidoarjo, Minggu (26/7/2015).

Ia menyebut, pertumbuhan permintaan paling tinggi terjadi di wilayah Indonesia Timur (Intim). Sedangkan di Jawa, terutama Jawa Timur, permintaan masih tumbuh tapi tak signifikan.

Tingginya gengsi dari segi busana sebagain penduduk Intim, katanya, menjadi salah satu alasan permintaan dari Intim tinggi. Ia memberi contoh, rata-rata penduduk di wilayah Sulawesi bakal mengutamakan seragam baru anak mereka yang bersekolah ketimbang kebutuhan lain. Hal itu berbeda dengan kebiasaan di Jatim yang akan memilih opsi lain seperti memakai seragam bekas milik saudara saat keadaan ekonomi sulit.

Menurut Herman, permintaan terbesar ada pada seragam sekolah dasar (SD). Sekitar 60 persen dari total produksi konveksi dibuat untuk memenuhi kebutuhan itu.

Herman menduga, jumlah pelajar SD yang lebih banyak ketimbang sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMP) menjadi penyebabnya.

Secara berturut-turut permintaan tertinggi kedua dan seterusnya diisi seragam SMP, taman kanak-kanak (TK) dan seterusnya diisi seragam SMP, taman kanak-kanak (TK) dan pendidikan anak usia dini (PAUD).

Berita Rekomendasi

"Seragam SMA paling rendah karena banyak SMA yang sudah memberi siswanya kain bahan bualanjutnya.

Soal ketersediaan bahan, Herman bilang tak ada hambatan berarti. Dari segi bahan baku, misalnya, produsen kain sudah menyiapkan jauh-jauh hari sebelum masa permintaan tertinggi, yakni periode Maret hingga April.

Sementara dari tenaga kerja, Herman juga telah menggenjot produksi jauh hari sebelum Ramadan. Biar saat musim mudik dan lebaran, sebagian besar pekerjaan selesai. Untuk menyelesaikan pesanannya, Herman mengerjakan karyawan karyawan dan tujuh mitra konveksi.

Selain dari mengandalkan kerja sama dengan sekolah-sekolah, industri konveksi juga mengandalkan tender corporate social responbility (CSR). Mulai banyaknya minat korporasi menyalurkan bantuan dalam bentuk seragam sekolah menjadi berkah tersendiri bagi pebisnis.

"Jadi permintaan tertinggi bukan hanya saat mendekati tahun kenaikan kelas. Saat bulan-bulan biasa, asal ada perusahaan yang menyalurkan CSR, kami tetap kerja," lanjut Herman. (Aflahul Abidin)

Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas