Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

'Ancaman Krisis Ekonomi Sudah di Depan Mata'

Kondisi perekonomian nasional saat inii, jauh lebih kompleks dibanding kondisi perekonomian tahun 1998.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in 'Ancaman Krisis Ekonomi Sudah di Depan Mata'
TRIBUNNEWS/HERUDIN
Demo buruh 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Tidak kunjung membaiknya nilai tukar rupiah dan semakin melambatnya pertumbuhan ekonomi nasional, telah menjadi warning tersendiri bagi pemerintah, bahwa ancaman krisis sudah ada di depan mata. Bukan hanya telah menyebabkan daya beli yang masyarakat melemah, namun juga ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK) karena aktivitas produksi yang terganggu.

Kondisi perekonomian nasional saat inii, jauh lebih kompleks dibanding kondisi perekonomian tahun 1998. krisis keuangan yang meledak pada tahun 1998, lebih didominasi oleh persoalan moneter khususnya nilai tukar negara-negara dikawasan Asia.

"Pada hari ini, perekonomian nasional dan juga perekonomian global, selain menghadapi masalah nilai tukar mata uang, juga menghadapi perlambatan ekonomi yang sudah berlangsung dalam beberapa tahun terakhir ini,” ungkap Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI) Farouk Muhammad dalam kesempatan diskusi Forum Senator Untuk Rakyat bertema “Ekonomi PHP (Pemberi Harapan Palsu), Ternyata PHK” di café dua nyonya Jakarta (6/9/2015).

Acara tersebut menghadirkan narasumber lain, seperti Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, pengamat komunikasi politik Hendri Satrio dan Akademis dari Universitas Sumatera Utara Faisal Mahrawa.

Farouk memaparkan kondisi perekonomian nasional hari ini dipengaruhi oleh faktor internal yang tidak kondusif, antara rendahnya daya serap Anggaran Penerimaan Belanja Negara (APBN) dan juga Anggaran Penerimaan Belanaj Daerah (APBD), telah menyebabkan pertumbuhan ekonomi nasional melambat, hanya sekitar 4.9% pada semester I 2015. Selain itu, Pemerintah tidak memiliki kebijakan industri (Industry Policy), yang mendukung proses transformasi industri yang berbasis komoditas kepada industri yang berbasis manufaktur, sehingga perekonomian nasional rentan terhadap fluktuasi nilai tukar.

Di bidang perdagangan terjadi rendahnya daya saing ekspor nasional, karena lebih didominasi oleh ekspor komoditas dalam beberapa tahun terakhir ini, menyebabkan perdagangan internasional Indonesia selalu defisit. Pemerintah tidak siap mengantisipasi jatuhnya harga barang-barang komoditas, seperti Crude Palm Oil (CPO), karet, batu bara dan minyak bumi di pasar internasional, sehingga menyebabkan pendapatan nasional tergerus signifikan. Ditambah tidak solidnya koordinasi kebijakan antara sektor moneter dan fiskal, telah menyebabkan kurangnya daya dukung masing-masing kebijakan dalam mengatasi permasalahan ekonomi dan nilai tukar.

Berita Rekomendasi
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas