Devaluasi Yuan Hantam Bisnis Miliarder Anthoni Salim
Keputusan China melemahkan nilai yuan ibarat pukulan telak bagi pebisnis di kawasan Asia.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, KUALA LUMPUR - Keputusan China melemahkan nilai yuan ibarat pukulan telak bagi pebisnis di kawasan Asia.
Pukulan telak ini menghantam ketahanan bisnis miliarder Asia, setidaknya bagi Anthoni Salim dan T Ananda Krishnan.
Dua miliarder Asia ini paling menderita kerugian akibat devaluasi yuan. Sebab, markas bisnis dua miliarder ini, yakni Indonesia dan Malaysia, turut mengalami pelemahan nilai tukar terparah terhadap kurs dollar Amerika Serikat (AS).
Salim yang menguasai konglomerasi bisnis di Indonesia harus rela mengalami tekanan beban utang valas lebih besar pasca dealuasi yuan. Hitungan Bloomberg, utang valas Salim mencapai 3,8 miliar dollar AS. Sementara itu sebagai pemilik operator seluler Malaysia, Maxis Bhd, Krishnan memiliki utang 2,3 miliar dollar AS.
"Penderitaan" dua miliarder terkaya di Asia ini bakal semakin berat andai Bank Sentral AS memutuskan mengerek suku bunga acuan (Fed rate) pada pertemuan 16-17 September ini. Yang jelas, pelemahan nilai tukar rupiah dan ringgit sudah menembus batas krisis Asia tahun 1998 silam.
Sebagai gambaran, sejak devaluasi yuan pada 11 Agustus 2015, ringgit telah melemah 7,6 persen ke level 4,24 per dollar AS. Pelemahan ringgit melampaui rupiah yang sudah anjlok 6,1 persen ke Rp 14,442 per dollar AS pada Rabu (16/9/2015).
Nasib ringgit dan rupiah paling buruk ketimbang mata uang Asia lain. Peso hanya melemah 4,3 persen sejak awal tahun. Sejak devaluasi yuan, peso hanya terkoreksi 2 persen.
Lindung nilai
Dengan tumpukan utang valas menggunung, miliarder pemilik PT Indofood Sukses Makmur Tbk ini hanya melakukan lindung nilai (hedging) terhadap 10 persen dari total utang valasnya. Sementara, lembaga peringkat RAM Rating Services Bhd mengatakan, seluruh utang valas Maxis Bhd sudah dilakukan lindung nilai.
“Dampak penguatan dollar tergantung terhadap seberapa banyak hedging terhadap utang,” kata Adeline Poh, analis di RAM Rating Services seperti dikutip Bloomberg, Rabu (16/9/2015).
Lantaran sudah menerapkan hedging terhadap utang, saham Maxis terbilang tahan guncangan nilai tukar. Sejak awal tahun ini, saham Maxis stagnan atau turun tipis 2,2 persen di kisaran level 6,70 ringgit per saham.
Pada periode sama, saham Indofood milik taipan Salim telah terperosok 22,22 persen ke level Rp 5.250 per saham. Predikat korporasi dengan rasio utang terbesar kedua di Indonesia turut menekan pamor saham Indofood. Mengacu data Bloomberg, rasio utang Indofood terhadap laba sebesar 3,44 kali. (Dessy Rosalina)