Revisi UU Minerba Diharapkan Tidak Sampai Mengubah Kebijakan Hilirisasi
Revisi UU No.4 tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan Batubara saat ini sedang bergulir.
Penulis: Budi Prasetyo
Editor: Gusti Sawabi
TRIBUNNEWS.COM.JAKARTA- Revisi UU No.4 tahun 2009 tentang pertambangan Mineral dan Batubara saat ini sedang bergulir.
Dikhawatirkan revisi ini dimanfaatkan untuk mengubah kebijakan hilirisasi termasuk membuka kembali kran ekspor.
Kalangan pengusaha yang sudah serius membangun smelter meminta pemerintah dan DPR untuk konsisten dalam kebijakan hilirisasi. Pemerintah dan DPR juga harus tetap pada keputusan untuk melarang ekspor mineral mentah.
Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Jonatan Handojo mengatakan, revisi UU Minerba jangan sampai mengubah kebijakan hilirisasi. Revisi tersebut diharapkan semakin menegaskan komitmen pemerintah saat ini. Pemerintah harus tetap konsisten melarang ekspor mineral mentah. “Harapan kami relaksasi tidak diberikan karena kalau tidak investasi kami mau ke mana. Saat ini sudah ada setidaknya 9 smelter yang siap beroperasi,” katanya.
Bagi Jonathan, konsistensi kebijakan pemerintah tidak hanya terkait jaminan kepastian hukum tetapi lebih dari itu menciptakan suasana yang lebih kondusif yang mutlak diperlukan pengusaha smelter sehingga investasi tersebut tidak mubazir di tengah jalan.
Ia pun mengingatkan bahwa Presiden JokoWidodo dalam sambutan ketika meresmikan smelter di Morowali beberapa waktu lalu memastikan bahwa Indonesia tidak akan lagi menjual bahan baku mentah. Semuanya harus diolah dalam negeri.
Lebih lanjut Jonathan mengatakan, smelter yang dibangun saat ini telah memperhatikan kapasitas produksi mineral mentah Indonesia. Beberapa di antara pengusaha smelter sudah menjalin komitmen dengan pemegang IUP agar hasil produksi mineral mentah itu diolah di smelter yang sedang dibangun.
“Namun, jika pemerintah mengizinkan ekspor, akan mengancam komitmen dengan perusahaan smelter dan perusahaan smelter akan kehilangan pasokan bahan bakunya,”katanya.
Memang menjadi penting ke depan adalah bagaimana penyerapan produk smelter bagi pasar domestik. Dirjen Minerba, Kementrian ESDM, Bambang Gatot Aryono mengatakan bahwa hal yang perlu dipikirkan terkait hilirisasi di antaranya apakah hasil pemurnian mineral benar-benar digunakan untuk kepentingan dalam negeri.
“Jangan sampai produk smelter diekspor dan diolah di luar negeri. Indonesia kemudian mengimpor produk pemurnian tersebut dengan harga yang lebih mahal,” katanya.
Oleh karenanya hal penting yang harus terus didorong agar industri dalam negeri terus dikembangkan sehingga efek berantai dari program hilirisasi benar-benar dirasakan di dalam negeri. "Kuncinya adalah negara ini harus jadi negara industri. Kalau kita buat smelter sebanyak-banyaknya lalu dieksporya sama saja. Barang kita cepat habis, sementara kita tidak jadi negara industri," kata Bambang.
Konektivitas industri hilir pertambangan dengan industri turunan harus sudah dirancang saat ini demi mendorong terciptanya industri nasional yang berbasis pada produksi. Bahkan seharusnya semua produk smelter diserap di dalam negeri untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih besar. Untuk hal ini peran Kementrian Perindustrian menjadi sangat penting.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, pihaknya sudah mengkaji dan menyusun peta jalan untuk setiap komoditas mineral yang diolah dan dimurnikan di dalam negeri dengan industri turunannya.
Hilirisasi mineral tambang akan terkoneksi dengan setiap industri turunannya sehingga dominasi produk impor ke dalam negeri lama kelamaan yang berkurang. Industri hilir tambang dalam negeri bakal memacu pertumbuhan industri turunannya sehingga ekonomi Indonesia bertransformasi menjadi industri produksi, bukankonsumtif.
“Smelter dari beberapa komoditas saat ini sedang dibangun. Iklim investasi yang kondusif sangat menentukan kemajuan pembangunan smelter. Pihaknya berharap kepastian hukum di hulu seperti UU Minerba dan kebijakan larangan ekspor terus dipertahankan agar pembangunan smelter tersebut terealisasi sesuai target yang ditetapkan,” lanjut dia.
Sementara Direktur Logam Dasar, Kementrian Perindustrian Budi Irmawan memastikan pemerintah tidak akan membuka lagi keran ekspor bijih mineral. Tujuannya tidak lain agar pendalaman industri nasional terpenuhi.
“Investasi smelter sudah banyak hadir, memang belum beroperasi, begitu juga industri perantaranya yang belum banyak hadir. Kalau semua sudah beroperasi, otomatis investasi middle stream akan hadir,” kata Budi.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.