Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Ini Hitungan Matematis Misbakhun yang Membuatnya Ngotot 'Kampanye' Pengampunan Pajak

Ini hitungan matematis Misbakhun sehingga mendorongnya 'berkampanye' pengampunan pajak untuk menutup utang luar negeri yang amat besar!

Editor: Agung Budi Santoso
zoom-in Ini Hitungan Matematis Misbakhun yang Membuatnya Ngotot 'Kampanye' Pengampunan Pajak
/TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO
Mokhammad Misbakhun 

TRIBUNNEWS.COM - Anggota Komisi XI DPR RI Muhammad Misbakhun menekankan pentingnya pengampunan pajak atau tax amnesty untuk menggenjot penerimaan pajak negara.

Sayangnya, lanjut Misbakhun, kini pengampunan pajak yang mulai diwacanakan oleh DPR sudah mulai mendapatkan kritik dan sorotan.

Padahal, pengampunan pajak ini bisa menjadi solusi atas defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara akibat target penerimaan pajak tak tercapai.

"Ini supaya kita tak selalu terjebak utang baru yang jadi beban generasi mendatang. Keinginan kita pengampunan pajak adalah ruang bagi Indonesia di sisa waktu dan diantara pilihan sulit yang ada," kata Misbakhun saat rapat kerja dengan Dirjen Pajak, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/10/2015).

Misbakhun pun pesimistis realisasi penerimaan pajak tahun 2015 bisa mencapai 90 persen dari yang ditargetkan.

Sebab, hingga saat ini, penerimaan negara dari pajak termasuk gas baru mencapai 53,02 persen dari target Rp 1.294,2 triliun.

Dari hitungan Misbakhun, target penerimaan pajak hanya akan sampai 77 persen.

Berita Rekomendasi

"Artinya defisit akan membengkak cukup besar. Mau tak mau pemerintah harus mencari alternatif pembiayaan baru, yakni dari utang. Itu kalau tak ada alternatif lain," kata Politisi Partai Golkar ini.

Misbakhun menambahkan, dari kekurangan penerimaan negara tahun ini, sebaiknya Ditjen Pajak, Ditjen Bea Cukai dan Kementerian Keuangan RI berani menghitung ulang target penerimaan negara untuk RAPBN 2016. Tujuannya demi memastikan kegiatan perekonomian tetap berjalan.

Dalam kondisi perekonomian negara yang menurun, target penerimaan negara tak boleh terlalu tinggi.

Sebab, target tinggi pasti berkonsekuensi pada semakin tingginya beban ke pengusaha dan ujungnya ke masyarakat.

Sebaliknya, penurunan target penerimaan itu akan menjadi sinyal positif bagi pengusaha. Karena mereka sadar takkan jadi target utama Pemerintah lagi demi memenuhi target penerimaan.

"Jangan sampai target penerimaan pajak tinggi, realisasi pertumbuhan negatif, eh effort negara malah menyebabkan konstraksi luar biasa di dunia usaha. Akhirnya semua bisa berantakan," kata dia.

Misbakhun mengingatkan bahwa target penerimaan negara terlalu tinggi juga akan berimbas kepada stigma negatif kepada Pemerintahan Joko Widodo, serta kepada para pejabat di Ditjen Pajak sendiri.

Sekretaris Panja Penerimaan Negara ini memastikan, DPR akan mendukung jika target penerimaan pajak diturunkan.

"Kasihan saya sama pemerintah pusat. Target penerimaan tak tercapai, indikator makro tak tercapai. Karena apa? Kita sudah tahu itu takkan tercapai, tapi kita bikin target tinggi-tinggi," kata mantan pegawai Ditjen Pajak ini.

Meski demikian, Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito masih optimistis bisa mengejar target dengan sisa waktu yang ada.

Ia memperkirakan realisasi pajak hingga akhir tahun ini bisa mencapai 91,3 persen, atau hanya defisit Rp 112,5 triliun. "Kami harapkan menjelang akhir tahun, tambahan penerimaan akan semakin besar," kata Sigit.

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas