Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kenaikan Cukai Hasil Tembakau Harus Sesuai dengan Daya Beli Masyarakat

Menurut Hasan, pada kuartal III ini produksi rokok minus 4,78 persen dibanding tahun lalu

Penulis: Sanusi
zoom-in Kenaikan Cukai Hasil Tembakau Harus Sesuai dengan Daya Beli Masyarakat
TRIBUN/RISKI CAHYADI
Pekerja mengangkut tembakau Deli di Gudang Pemeraman PTPN II, Deli Serdang, Sumatera Utara, Rabu (5/8/2015). Tembakau Deli merupakan tembakau terbaik di dunia yang akan digunakan untuk membalut cerutu dan diekspor ke Jerman dan Amerika dengan harga jual 85 Euro per kilogram.TRIBUN MEDAN/RISKI CAHYADI 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belum tercapainya target hasil tembakau (HT) di kuartal III 2015, bisa jadi merupakan indikator melemahnya daya beli masyarakat dan menurunnya produksi rokok.

Hal ini dikemukakan oleh Gabungan Perserikatan Perusahaan Rokok Indonesia (Gapprindo) Hasan Aoini Aziz pada Senin (12/10). Menurut Hasan, pada kuartal III ini produksi rokok minus 4,78 persen dibanding tahun lalu.

"Sedangkan kalau dilihat satu tahun, tren produksi rokok menurun 0,29 persen," katanya, Senin (12/10/2015).

Tren ini menunjukan bahwa daya beli masyarakat pun tengah mengalami penurunan. Ada yang mengurangi rokok dan ada pula yang memilih rokok dengan harga lebih murah.

Untuk itu, Hasan meminta pemerintah melihat realisasi ini saat mematok kenaikan cukai rokok. Mengenai usulan target cukai Rp 139 triliun untuk 2016, Hasan menilai angka itu masih terlalu tinggi karena artinya kenaikan mencapai 18 persen.

"Artinya, dengan kenaikan itu asumsi tarif masih di atas 20 persen. Dengan begitu daya beli masyarakat pun akan terganggu," paparnya.

Hasan mengusulkan kenaikan maksimal sekitar 6 persen atau Rp 127 triliun untuk 2016. "Ini angka yang sangat realistis untuk kami," katanya.

Berita Rekomendasi

Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengaku keberatan dengan kenaikan cukai rokok tersebut.

"Kalau saya tidak perlu naik, atau sama dengan inflasi. Inflasi Jawa Timur sampai Agustus 2015 hanya sebesar 2,11 persen. Karena situasi seperti ini lalu dinaikkan, pabrik rokok akan gulung tikar, lalu terjadi PHK," kata Soekarwo di Surabaya, Kamis (8/10/2015).

Ia mengatakan, kontribusi Jawa Timur terhadap penerimaan cukai negara dari 2010 hingga 2014 tercatat rata-rata di atas 50 persen. Bahkan, pada 2014 dari target penerimaan cukai nasional sebesar Rp 112,75 triliun, Jawa Timur menyumbang Rp 67,6 triliun, atau 60 persen dari total target.

Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR, Kamis (8/10), Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengakui adanya target cukai hasil tembakau (HT) yang tidak sesuai dengan realisasi tahun 2015.

Tercatat, realisasi penerimaan cukai sampai 6 Oktober 2015 baru mencapai Rp 89,89 triliun, yang seharusnya Rp 111,6 triliun.

Terdiri dari cukai hasil tembakau Rp 86,5 triliun, ethil alkohol Rp 111,9 miliar‎, minuman mengandung ethil alkohol (MMEA) Rp 3,1 triliun dan pendapatan cukai lainnya Rp 96 miliar.

Artinya, realisasi cukai hasil tembakau baru mencapai 62,23 persen. Menurut Heru, hal ini dikarenakan beberapa faktor seperti, kenaikan tarif cukai rata-rata 8,72 persen, rendahnya produksi rokok dengan realisasi per September 2015 turun 4,3 persen, pemberlakuan kawasan tanpa rokok.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas