Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pemerintah Harusnya Meminta Lebih Banyak dari Freeport

Ia menilai negara seharusnya meminta lebih banyak dari Freeport

zoom-in Pemerintah Harusnya Meminta Lebih Banyak dari Freeport
SURYA/SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO
TOLAK FREEPORT - Puluhan massa aksi dari Pergerakan Mahasiswa Indonesia (PMII) Malang melakukan aksi demontrasi di Jalan Veteran, Kota Malang, Rabu (25/11/2025). Mereka menuntut pemerintahan Jokowi-JK menolak perpanjangan kontrak Freeport dan memperjelas Undang-undang Mineral dan Batubara serta mereshufle menteri ESDM RI. SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin mengatakan dalam kasus perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia (PTFI) adalah sikap dari pemerintah.

Ia menilai negara seharusnya meminta lebih banyak dari Freeport yang sudah puluhan tahun mengeksploitasi tanah Papua itu.

Hal itu tentunya sesuai dengan pasal 33 Undang Undang Daaar (UUD) 1945, yang mengatur soal Sumber Daya Alam.

"Pemerintah harus konsisten, konsekuen. Bahwa sumber daya alam dikuasai negara, dan digunakan bagi kemakmuran rakyat," ujarnya, Kamis(26/11/2015).

Din menyadari bahwa tidak mungkin aset perusahaan asal Amerika Serikat itu dinasionalisasi.

Namun demikian pemerintah bisa meminta jatah lebih dari keuntungan Freeport. Selain itu pemerintah juga bisa mendorong lebih banyak anak bangsa untuk berperan di perusahaan tersebut.

Freeport sudah sekitar 48 tahun mengeruk kekayaan alam tanah Papua, dan telah dinobatkan sebagai perusahaan tambang emas terbesar didunia. Ironisnya, negara hanya menerima jatah 1 persen pertahunnya.

Berita Rekomendasi

Selain itu permintaan negara untuk Freeport membangun smelter atau fasilitas peleburan konsentrat di tanah Papua, hingga kini belum kunjung dipenuhi.

Menurut Din, semangat serupa juga bisa diterapkan terhadap perusahaan-perusahaan asing lain, yang mengeruk kekayaan bumi pertiwi.

Mantan ketua PP Muhammadiyah itu menilai, saat ini sudah saatnya negara menerima lebih banyak.

"Kita harus mereview (kaji ulang) ulang kontrak karya, dalam bidang minyal gas, termasuk minerba. Itu lah jihad konstitusi," ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas