DPR Minta Pemerintah Gunakan Geothermal sampai Maksimal
Kardaya Warnika mendesak pemerintah untuk serius mendorong penggunaan energi terbarukan, termasuk geothermal.
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi VII DPR Kardaya Warnika mendesak pemerintah untuk serius mendorong penggunaan energi terbarukan, termasuk geothermal.
Jika tidak, maka komitmen Presiden Jokowi dalam Conference of Parties 21 Paris bahwa Indonesia sanggup menurunkan emisi 29 persen pada tahun 2030, akan sulit tercapai.
“Pemerintah harus melakukan berbagai terobosan agar program-program bisa dilaksanakan,” kata Kardaya, Rabu (16/12/2015).
Menurut Kardaya, fakta yang terjadi saat ini justru tidak menggembirakan. Hal itu bisa dilihat, antara lain bahwa pangsa energi terbarukan bukannya meningkat, namun sebaliknya malah mengalami penurunan. Selain itu, lanjutnya, program-program untuk meningkatkan pangsa tersebut juga belum terlihat hasilnya.
“Bahkan, kontrak-kontrak yang sudah berjalan saat ini justru mengalami kemandekan, tidak ditandatangani,” kata Kardaya.
Kondisi demikian memang memprihatinkan. Karena menurut Kardaya, peningkatan penggunaan geothermal merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan untuk menurunkan kadar emisi. Namun yang terjadi, dalam satu tahun terakhir, tidak ada perkembangan sama sekali untuk energi terbarukan.
“Dengan kondisi seperti saat ini, maka sesuai model Marshall yang dilakukan BPPT, paling banter Indonesia hanya bisa mengurangi kadar emisi 10 persen. Tidak bisa seperti ditargetkan, yaitu 23 persen,” papar Kardaya.
Dalam konteks itulah, Kardaya menekankan, bahwa pemerintah memang perlu melakukan berbagai terobosan. Tidak hanya pada harga, namun juga berbagai inovasi lain yang mendukung pengembangan energi terbarukan. Jika tidak, maka Indonesia akan semakin tertinggal dibandingkan negara lain.
“Di ASEAN saja, kita berada jauh di belakang Filipina, Thailand, dan Malaysia,” jelas Kardaya.
Terkait harga, misalnya, Kardaya mengingatkan bahwa pemerintah harus segera menerapkan aturan yang berlaku di seluruh dunia untuk geothermal dan energi terbarukan lain. Yakni aturan Feed in Tariff (FIT). Dengan model seperti itu, maka akan ada jaminan dan kepastian harga kepada para investor.
“Dulu, memang pernah ada konsep Feed in Tariff bagi geothermal, namun sekarang tidak dilaksanakan,” ungkap Kardaya.
Direktur Centre for Climate Risk and Opportunity Management in Southeast Asia and Pacific (CCROM-SEAP) Profesor Rizaldi Boer. Menurut Rizaldi, jika pemerintah serius mengembangkan geothermal, maka akan mampu mengurangi emisi sebesar 70 juta ton.
"Jumlah tersebut setara dengan 20 persen dari target pemerintah, yakni sebesar 29 persen dari 1,2 juta giga ton emisi per tahun yang dihasilkan Indonesia selama ini," kata Rizaldi.