Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pembekuan dan Pencabutan Izin Usaha Kehutanan Timbulkan Gejolak Sosial

Pemerintah diharapkan memberi kesempatan pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) untuk tetap beroperasi

Penulis: Sanusi
zoom-in Pembekuan dan Pencabutan Izin Usaha Kehutanan Timbulkan Gejolak Sosial
TRIBUN SUMSEL/ABRIANSYAH LIBERTO
Ilustrasi: KEBAKARAN LAHAN - Helikopter dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Selatan mencoba memadamkan kebakaran lahan dengan cara water boombing di Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan, Selasa (18/8/2015). Ratusan hektare lahan gambut yang terbakar pada kebakaran tersebut dan asap dari kebakaran tersebut mengganggu kendaraan yang melintas di kawasan Jalan lintas timur Palembang-Inderalaya.TRIBUN SUMSEL/ABRIANSYAH LIBERTO 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diharapkan memberi kesempatan pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK) untuk tetap beroperasi dan melaksanakan rehabilitasi penanaman pada lahan eks kebakaran yang ada di dalam konsesi.

Hal itu untuk mencegah lahan menjadi areal terbuka yang kembali bisa menjadi sumber api. Pemerintah bisa melakukan pengawasan ketat agar pelaksanaan penanaman transparan.

“Sementara untuk areal dengan tingkat kerawanan sosial tinggi, kegiatan penanaman bisa dilakukan dengan kegiatan kemitraan antara masyarakat dan perusahaan pemegang izin,” kata Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Purwadi Soeprihanto pada diskusi "Proyeksi Pertumbuhan Industri Pulp & Paper yang digelar Forum Wartawan Industri (Forwin) di Jakarta, Selasa (22/12/2015).

Pasca bencana kebakaran hutan dan lahan, pemerintah memang mengenakan sanksi sejumlah perusahaan dengan membekukan izin usahanya meski kebakaran terjadi karena faktor eksternal berupa aktivitas di areal open akses dan areal yang dirambah. Akibat sanksi tersebut saat ini sekitar 1 juta hektare lahan tidak dapat dioperasikan. Sampai saat ini tidak ada kepastian kapan pembekuan izin dicabut meski perusahaan telah mengupayakan untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan.

Selain sanksi pembekuan, pemerintah juga bereaksi dengan tidak mengizinkan penyiapan lahan baru untuk penanaman pada lahan gambut, sementara lahan eks kebakaran diambil alih pemerintah. Ketentuan ini rencananya akan dituangkan dalam bentuk peraturan pemerintah.

Kebijakan pembekuan dan pencabutan izin serta pengembalian areal kepada pemerintah seharusnya tidak bisa berlaku surut sebelum ada ketentuan yang mengatur.

Dampak yang sangat dikhawatirkan adalah PHK karyawan serta pemutusan kontrak kerjasama dengan kontraktor dan suplier. Saat ini terdapat sekitar 1 juta tenaga kerja, baik langsung maupun tidak langsung yang terserap dalam kegiatan pembangunan hutan tanaman industri.

Berita Rekomendasi

”Situasi tersebut bisa membuat keresahan meluas di kalangan karyawan dan masyarakat sebagai tenaga kerja langsung maupun tidak langsung, yang berpotensi menimbulkan gejolak sosial di daerah yang terkena pembekuan dan pencabutan izin” papar Purwadi.

Kebijakan pemerintah tersebut dinilai telah menimbulkan ketidakpastian usaha dan ketidakpastian hukum bagi pemegang izin kehutanan yang telah berinvestasi sesuai dengan luasan areal dan masa konsesi izin.

Dampaknya serius, berupa turunnya pasokan bahan baku industri, terutama serpih dan bubur kayu. Indikasinya pasokan bahan baku kayu dari hutan tanaman industri pada triwulan III tahun 2015 sebesar 6,56 juta meter kubik turun 29 persen dibandingkan triwulan II tahun 2015 yang sebesar 9,26 juta meter kubik.

Penurunan terjadi terutama dari daerah bencana kebakaran hutan dan lahan. Kondisi tersebut bisa berujung pada melemahnya kinerja ekspor, menurunnya devisa, perolehan pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berakibat pada melemahnya perekonomian nasional.

Penerimaan devisa dari industri pulp saat yang mencapai 5,6 miliar dolar AS dipastikan akan menurun tajam pada 2015 dan pada tahun-tahun mendatang.

Untuk itu, Purwadi berharap agar pemerintah bisa mengizinkan kembali kegiatan operasional IUPHHK. Ini untuk untuk menghidari stagnasi kegiatan di lapangan dan meninjau ulang kebijakan pembekuan dan pencabutan izin.

“Ke depan seyogyanya diarahkan pada pembinaan kepada pemegang izin," ujarnya.

Sementara terhadap lahan gambut yang telah dikelola oleh pemegang izin dengan tata kelola air yang baik atau tidak terbukti melakukan pembakaran, pemerintah diharapkan tetap memberi kesempatan untuk menyelesaikan pembangunan hutan tanaman sesuai areal yang diitetapkan, sebelum adanya kajian survei topografi secara detail untuk penetapan fungsi lindung dan fungsi budidaya.

Purwadi menegaskan penyelesaian permasalahan kebakaran hutan dan lahan perlu dilakukan secara kolaboratif bersama karena kebakaran terjadi bukan hanya di areal pemegang izin, tetapi juga di hutan negara lainnya seperti hutan lindung dan hutan konservasi. Bahkan kebakaran bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di beberapa negara di belahan dunia dari Amerika sampai Australia.

APHI memastikan akan mendukung pemerintah dalam penataan dan pengelolaan lahan gambut. Untuk itu upaya-upaya tata kelola yang baik pemegang izin, seperti tata kelola air, hasil survei topografi baik dari hasil survey lapangan maupun dengan menggunakan teknokogi sepert LIDAR, agar dapat diintegrasikan dengan hasil survei pemerintah sehingga dapat mencakup satu kawasan ekosistem lanskap.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas