Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Asosiasi Minta Kasus PT BMH Diputuskan Secara adil

APHI berharap majelis hakim dapat memutuskan seadil-adilnya kasus gugatan perdata KLH ke PT Bumi Mekar

Editor: Sanusi
zoom-in Asosiasi Minta Kasus PT BMH Diputuskan Secara adil
kompasiana.com
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) berharap majelis hakim dapat memutuskan seadil-adilnya kasus gugatan perdata Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ke PT Bumi Mekar Hijau senilai Rp 7,8 triliun yang akan memasuki babak akhir pada Rabu (30/12).

Direktur Eksekutif APHI Purwadi Soeprihanto mengatakan, keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Palembang yang diketuai Pharlas Nababan itu sangat menentukan masa depan bisnis hutan tanaman industri (HTI) di Indonesia, karena ini terkait jaminan atas investasi yang sudah ditanamkan.

"Kasus ini mendapat perhatian cukup luas di masyarakat, baik di dalam negeri, maupun luar negeri. Dengan sorotan yang besar ini, APHI berharap majelis hakim dapat bertindak seadil-adilnya dengan mengedepankan fakta dan bukti di persidangan," kata Purwadi, Selasa (29/12).

Ia mengatakan, perusahaan sebagai pihak yang digugat cenderung mendapatkan sentimen negatif karena dianggap membakar hutan untuk membuka lahan.

Sejatinya, PT Bumi Mekar Hijau (PT BMH) yang memiliki areal seluas 250 ribu hektare di pesisir timur Kabupaten Ogan Komering Ilir Sumsel telah mengubah areal terdegradasi menjadi hamparan hutan yang hijau.

Saat menerima izin mengelola HTI tahun 2001, lahan tersebut mengalami kerusakan parah setelah terbakar hebat hutan dan lahan di Sumatera pada tahun 1997.

"Saat itu, tidak ada investor yang mau karena dibutuhkan dana yang besar untuk memulihkannya. Tapi BMH mau, dan berhasil membuat areal rusak itu menjadi hamparan tanaman hijau," kata dia.

Berita Rekomendasi

Dengan membangun hutan tanaman industri dan menginvestasikan dana hingga triliunan rupiah itu, menurut Purwadi, menjadi sesuatu yang tidak mungkin jika perusahaan tersebut membakar lahan untuk kepentingan pembersihan. Apalagi lahan yang dianggap terbakar itu, merupakan lahan akasia siap panen.

Selain itu, kata dia, pada 2014, melalui proses hukum yang dijalankan PT BMH diketahui bahwa kebakaran hutan ini sudah terbukti akibat perambahan dan illegal logging (pencurian kayu) oleh oknum warga.

Terkait, dengan gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang mengarah pada kelalaian perusahaan dalam menjaga lahan, Purwadi mengharapkan majelis hakim juga mempertimbangkan upaya yang sudah dilakukan perusahaan dalam mencegah risiko kebakaran.

"Untuk menuduh perusahaan lalai, harus dilihat dulu prosesnya, berapa alat yang disediakan, berapa anggota regu pemadam kebakaran, upaya yang sudah dilakukan. Kalau kemudian terbakar, dan tidak punya alat-alat apa-apa, barulah disebut lalai," kata dia.

Purwadi mengatakan pembekuan izin usaha pengolahan industri dikhawatirkan akan berdampak pada PHK serta pemutusan kontrak kerja dengan supplier.

"Kami khawatir ini akan berdampak pada PHK serta pemutusan kontrak kerjasama dengan kontraktor dan supplier. Saat ini terdapat sekitar 1 juta tenaga kerja baik langsung maupun tidak langsung yang terserap dalam kegiatan pembangunan hutan tanaman industri," ujarnya.

Kasus gugatan KLHK bakal memasuki babak akhir setelah menjalani proses sidang perdana pada Juli 2015.(Hendra Gunawan)

Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas