Kereta Cepat Jakarta-Bandung Tak Ideal sebagai Bisnis Transportasi
Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dinilai tak ideal sebagai bisnis transportasi
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Proyek kereta cepat Jakarta-Bandung yang baru saja dilakukan groundbreaking oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dinilai tak ideal sebagai bisnis transportasi.
"Kalau bisnis transportasi itu jelas payback period-nya. Ini masa payback period sampai 60 tahun. Biasanya di bisnis transportasi itu payback period sekitar 6 hingga 7 tahun. Bahkan yang implementasi teknologi seperti ridesharing, itu lebih cepat, 3 hingga 4 tahun," ungkap Pengamat Ekonomi Ichsanuddin Noorsy, Selasa (26/1/2016).
Menurutnya, lebih tepat dilihat proyek ambisius itu sebagai bisnis properti karena akan hadirnya Kota Baru Walini seluas 2.900-an hektar. "Kereta cepat itu supporting facility, utamanya ini pembangunan kota koridor Jakarta-bandung, seperti Walini itu. Ini artinya pemerintah diperalat oleh segelintir orang untuk mendukung bisnis properti," tukasnya.
Ditambahkannya, jika pemerintah benar-benar ingin memperkuat transportasi di Pulau Jawa, seharusnya yang dikembangkan di daerah selatan, bukan membebani terus wilayah utara. "Jawa bagian selatan harusnya dikembangkan, bangun jalur kereta api Anyer-Banyuwangi misalnya. Terus perkuat transportasi Aceh-Lampung, dan luar Jawa lainnya," katanya.
Lebih lanjut dikatakannya, hal yang dikhawatirkan dari proyek kereta cepat ini adalah karena lamanya payback period maka yang terbebani adalah badan Usaha Milik Negara (BUMN) baik yang tergabung dalma konsorsium atau bank penjamin yang akan naik resikonya. "Secara bisnis ini tak layak, tetapi BUMN kan diperintah pemegang saham. Nanti, resiko mereka yang nanggung," tutupnya.
Secara terpisah, Anggota Komisi V DPR RI Nizar Zahro mendesak Kementerian Perhubungan menunda proyek kereta cepat walaupun sudah ada Perpres 107/2015 tentang Kereta Cepat Jakarta-Bandung dengan beberapa alasan.
Pertama, agar mematuhi PP No 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kedua, agar mematuhi PP No 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. Ketiga, akan menjadi beban keuangan negara dengan pinjaman dari China sebesar Rp 79 triliun yang di angsur selama 60 tahun apalagi tahun 2015 tanggung jawab melalui APBN angsuran pemerintah cicilan utang sebesar Rp 365 triliun.
Keempat, secara asas manfaat kurang karena hanya sepanjang 141 km dan agak bertentangan dengan konsep Presiden yang akan membangun tol laut. Kelima, eksodus pekerja lokal dari China akan bisa menghilangkan kesempatan pekerjaan bagi penduduk lokal karena ini pasti syaratnya adalah juga melibatkan pekerja dari Cina
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Hermanto Dwiatmoko menegaskan tidak akan mengeluarkan izin pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung bila PT kereta cepat Indonesia China (KCIC) belum memiliki izin usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum.
"Izin pembangunan enggak bisa keluar kalau izin usaha enggak keluar. Saya enggak bisa ngeluarin izin pembangunan karena ini penting," katanya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 66 Tahun 2013, setidaknya ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum.
Syarat tersebut, di antaranya, sudah memiliki izin trase, badan usaha sudah ditetapkan badan usaha penyelenggara prasarana kereta api, rancangan teknis, dan perjanjian penyelenggaraan prasana kereta (konsesi). Hingga saat ini, konsesi belum dilakukan oleh PT KCIC.