Lima Program Terobosan ISC Pertamina Hemat Rp 2,8 Triliun
Pertamina berhasil mencatatkan efisiensi bagi perusahaan senilai 208,1 juta dolar AS atau setara Rp 2,87 triliun
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Melalui kebijakan yang transparan serta menghapus mata rantai dalam bisnis pengadaan minyak mentah serta produk bahan BBM yang sebelumnya dijalankan PT Pertamina Energy Trading Ltd (Petral), Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina berhasil mencatatkan efisiensi bagi perusahaan senilai 208,1 juta dolar AS atau setara Rp 2,87 triliun (kurs Rp 13.800) sepanjang 2015.
Capaian efisiensi tersebut diperoleh melalui lima program terobosan ISC yang disebut dengan fase ISC 1.0.
Wianda Pusponegoro, Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero), mengataan lima program fase ISC 1.0 itu adalah dengan memotong perantara dari rantai suplai, peningkatan pemanfaatan dan fleksibilitas dari armada laut Pertamina. Terobosan lainnya adalah dengan pemberian kesempatan yang sama dan adil untuk semua peserta pengadaan.
“ISC 1.0 juga menerapkan terobosan lain berupa penerapan proses evaluasi penawaran yang transparan dan mengurangi biaya dengan menerapkan pembayaran telegraphic transfer (TT),” ujar Wianda dalam siaran pers di Jakarta, Jumat (5/2/2016).
Wianda menjelaskan keberadaan ISC sangat penting untuk membuka transparansi seluas-luasnya supaya banyak mitra terpilih yang ikut serta. Dengan demikian, ada perubahan yang signifikan berupa penghematan. “Kami bisa menutup rantai suplai pengadaan impor. Selama ini kita impor minyak hampir 50 persen dari kebutuhan nasional. Ini yang kami kejar terus,” katanya.
Transformasi ISC adalah bagian dari upaya meningkatkan efisiensi dan memperkuat transparansi pengadaan minyak mentah dan produk minyak selalu menjadi pertanyaan publik. Perkuatan ISC dengan mengembalikan fungsi ISC dan sekaligus meningkatkan kewenangannya.
Menurut Wianda, efisiensi dari sisi pengadaan minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM) yang dilakukan ISC sebagian besar dilakukan dengan mengevaluasi ulang kontrak-kontrak pembelian yang sebelumnya telah dibuat oleh Petral. Dalam melakukan pekerjaan itu, ISC bekerja sama dengan bagian hukum dan bagian keuangan perseroan. “Jika harga dinilai oleh tim terlalu mahal, ISC akan maju menegosiasikan kembali kontrak tersebut,” ujarnya.
Pertamina menurut Wianda mengundang daftar mitra usaha terseleksi (DMUT) untuk terlibat dalam pengadaan minyak mentah dan produk BBM secara terbuka dan transparan. Penetapan DMUT juga cukup ketat karena harus memenuhi sejumlah kualifikasi tertentu seperti detail bisnis perusahaan, detail laporan keuangan, detail bank, dan lain-lain.
“Melalui ISC, peserta tender variatif, harga lebih kompetitif, tadinya dari ISC ke Petral lalu ke mitra-mitra dalam DMUT. Sekarang directly dari ISC melalui tender melalui website Pertamina sehingga posisi tawar semakin tinggi karena tanpa kewajiban LC,” jelas dia.
Wianda menegaskan, efisiensi dalam pengadaan juga dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan kapal-kapal milik PT Pertamina Shipping untuk mengangkut BBM, minyak mentah, dan elpiji impor dari titik penjualan ke dalam negeri.
Menurut dia, keberadaan ISC sangat penting untuk membuka transparansi seluas-luasnya supaya banyak mitra terpilih yang ikut serta. Dengan demikian, ada perubahan yang signifikan berupa penghematan. “Kami bisa menutup rantai suplai pengadaan impor. Selama ini kita impor minyak hampir 50 persen dari kebutuhan nasional. Ini yang kami kejar terus,” katanya.
Guna mencegah ISC menjalankan bisnis pengadaan migas di area abu-abu seperti yang dilakukan Petral dulu, menurut Wianda, ISC akan terus menerapkan pengadaan secara transparan. Pola mekanisme tender yang dilakukan melalui email atau online, dan cara-cara ISC mengevaluasi penawaran yang masuk juga dengan cukup ketat dan hati-hati (prudent).
“Kami berharap dengan cara-cara tersebut, mekanisme pengadaan ataupun penjualan Pertamina bisa lebih auditable, akuntabel, dan transparan,” kata Wianda.
Berly Martawardaya, dosen ekonomi energi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, memberi apresiasi terhadap pencapaian efisiensi dari pengadaan. Pertamina di bawah kepemimpinan Direktur Utama Dwi Soejtipto bisa bergerak cepatuntuk menghapus stigma bahwa Pertamina lamban dan tidak efisien.
“Pas sekali waktunya dengan menurunnya harga minyak dunia yang membutuhkan efisiensi operasi. Semoga ini konsisten dilanjutkan ke fase dua sehingga makin kompetitif dan menjadi world class,” ujarnya.