Indonesia Perlu Waspadai Potensi Capital Inflow dalam Jumlah Besar
Kondisi itu diprediksi akan membuat aliran dana yang selama ini berada di negara-negara tersebut mencari tempat yang menguntungkan.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Indonesia tengah diuntungkan oleh kebijakan moneter yang ditempuh sejumlah negara. Dampak ketidakpastian akibat perbedaan arah kebijakan moneter di berbagai negara pun mulai menyempit.
Pelonggaran kebijakan moneter seperti dilakukan Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank Sentral Jepang (BOJ) makin dominan. Kedua negara ini telah menerapkan suku bunga negatif untuk mendorong ekonominya.
Kondisi itu diprediksi akan membuat aliran dana yang selama ini berada di negara-negara tersebut mencari tempat yang menguntungkan. Indonesia dengan tingkat bunga yang lebih tinggi, menjadi salah satu muara dari dana-dana itu.
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menilai, kebijakan negara Eropa dan Jepang itu menutup kebimbangan pasar atas rencana bank sentral AS Federal Reserve menaikkan suku bunganya (Fed fund rate). Akibatnya, aliran modal yang sempat pergi dari emerging market terpaksa kembali lagi.
Jadi, situasinya saat ini akan banyak dana yang akan masuk ke pasar keuangan dan pasar modal dalam negeri. "Ini yang mendorong nilai tukar rupiah menguat," kata Chatib, Kamis (25/2) di Jakarta.
Dalam jangka pendek ini baik. Tetapi. dia mengingatkan, Indonesia memiliki pengalaman buruk dengan arus modal dana panas ke pasar modal dan pasar keuangan.
Ketika Indonesia disesaki hot money sebagai dampak Quantitative Easing periode 2009-2013, rupiah menguat seperti sekarang.
Namun, hot money itu berpeluang kembali. Dalam beberapa saat bisa hilang dari pasar dalam negeri. Jika terjadi capital outflow, pasar keuangan maupun pasar modal akan mengalami guncangan.
Belajar dari kondisi itu, pemerintah harus memastikan, aliran dana asing itu tersimpan dalam jangka waktu lama.
Instrumen untuk bisa merealisasikan itu adalah melalui Foreign Direct Investment (FDI) atau investasi yang masuk ke sektor riil.
Sebab, jika masuk melalui FDI dana asing akan tersimpan lebih lama. Karena umumnya FDI merupakan proyek yang secara fisik terlihat.
Oleh karena itu, ia menilai tepat kebijakan pemerintah yang membuka lebar peluang FDI masuk dengan revisi Daftar Negatif Investasi (DNI). Risikonya, pemerintah akan mendapatkan stigma yang mendukung neoliberlaisme. Nah, karena itu pelonggaran investasi asing ini juga harus dilakukan secara bertahap.
Apakah cukup disitu? Belum, tingginya investasi yang masuk juga masih memabwa risiko lain. Yaitu melebarnya current account defisit (CAD) alias defisit neraca transaksi berjalan.
Teorinya, jika investasi meningkat, maka impor barang modal dan bahan baku juga naik. Ini akan mendorong CAD lebih besar. Oleh karenanya, tugas pemrintah juga untuk menjaga CAD tetap aman. Mengingat, CAD sangat sensntif di mata market.
Namun, pelebaran CAD ini diperkirakan masih akan terjadi dalam satu hingga dua tahun mendatang. Nah, sambil menunggu hal itu pemerintah bisa mempersiapkan diri dengan mendorong industri manufaktur, dan hilirisasi. Supaya ketergantungan akan impor berkurang.
Reporter: Asep Munazat Zatnika K