Pemerintah Resmi Naikkan Iuran BPJS Kesehatan
Pemerintah akhirnya resmi menaikkan iuran jaminan kesehatan.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah akhirnya resmi menaikkan iuran jaminan kesehatan.
Kenaikan iuran ini berlaku bagi peserta penerima bantuan iuran (PBI) dan peserta non PBI dari golongan peserta bukan penerima upah (PBPU) dan peserta bukan pekerja.
Kenaikan iuran jaminan kesehatan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang berlaku sejak diundangkan yakni 1 Maret 2016.
Dalam beleid itu, pemerintah menaikkan iuran jaminan kesehatan bagi peserta PBI dari Rp 19.225 per orang per bulan menjadi Rp 23.000 per orang per bulan mulai 1 Januari 2016.
Sedangkan iuran jaminan kesehatan bagi peserta bukan penerima upah untuk kelas III naik dari Rp 25.500 per orang per bulan menjadi Rp 30.000 per orang per bulan, kelas II naik dari Rp 42.500 per orang per bulan menjadi Rp 51.000 per orang per bulan, dan kelas I naik dari Rp 59.500 per orang per bulan menjadi Rp 80.000 per orang per bulan.
Kenaikan iuran untuk peserta PBPU ini mulai berlaku mulai April 2016. Kepala Humas BPJS Kesehatan Irfan Humaidi menuturkan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini belum mampu menutup ketidaksesuaian (mismatch) antara pemasukan iuran dengan biaya pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan.
Hanya saja, ia berharap kenaikan iuran ini bakal mengurangi potensi mismatch BPJS Kesehatan. Sebelumnya, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris bilang, dengan kenaikan iuran PBI menjadi Rp 23.000 per orang per bulan, proyeksi mismatch BPJS Kesehatan 2016 sekitar Rp 9,79 triliun.
Sulit dongkrak peserta
Kebijakan pemerintah untuk menaikkan iuran jaminan kesehatan bagi peserta bukan penerima upah ternyata menuai kritik berbagai pihak. Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menyayangkan kebijakan kenaikan iuran bagi PBPU.
Alasannya, "Peserta PBPU itu banyak juga bekerja di sektor informal dengan pendapatan yang tak pasti. Berbeda dengan pekerja penerima upah," katanya, Jumat (11/3).
Ia khawatir kenaikan iuran bagi PBPU justru akan menyulitkan upaya BPJS Kesehatan untuk mendongkrak jumlah kepesertaan, khususnya bagi PBPU. Bahkan, kata Timboel, tak menutup kemungkinan kebijakan ini bakal membuat peserta PBPU yang sudah aktif menjadi berkurang lantaran terlalu berat membayar iuran.
Seharusnya, kata Timboel, sebelum menaikkan iuran, BPJS Kesehatan terlebih dulu mendorong kepesertaan pekerja informal dan pekerja penerima upah yang kini belum banyak mengikuti program BPJS Kesehatan.
Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dede Yusuf juga kecewa dengan kebijakan kenaikan iuran jaminan kesehatan bagi peserta PBPU. "Sebetulnya kami sudah panggil Menkes dan BPJS. Panja juga sudah dibuat, tetapi Presiden mengeluarkan Perpres ini artinya Presiden belum dengarkan pandangan DPR," kata Dede.
Menurut Dede, persoalan Jamkes ini harus di diselesaikan secara menyeluruh. Sehingga bila ada mismatch, solusinya tidak hanya dengan menaikkan iuran. Dede juga menyarankan, agar tidak banyak masyarakat dengan status PBPU yang berhenti dari program Jamkes ini alangkah baiknya bila tidak memberlakukan sistem kepesertaan kolektif seluruh anggota keluarga. "Sehingga bila tak mampu bayar seluruh anggota keluarga, bisa dibayarkan untuk sebagian," katanya. (Kontan/Handoyo)