Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Solusinya Bukan Tutup Taksi Online, Tapi Ubah UU Transportasi

Seharusnya, kata dia, hadirnya taksi online seperti Uber, Grab Car, atauOjek Online harus dilihat secara substansif.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Solusinya Bukan Tutup Taksi Online, Tapi Ubah UU Transportasi
TRIBUN/DANY PERMANA
Bakal calon Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno menggunakan jasa ojek berbasis aplikasi menuju kantor GoJek di Kemang Jakarta, Selasa (1/3/2016). TRIBUNNEWS/DANY PERMANA 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII) Edy Suandi Hamid berpendapat, Pemerintah dan DPR RI perlu mengubah regulasi mengenai industri transportasi demi menyikapi polemik moda transportasi berbasis online.

Menurutnya, solusi mengatasi polemik taksi online versus taksi konvensional bukan dengan cara melarang atau menutup layanan taksi online.

Seharusnya, kata dia, hadirnya taksi online seperti Uber, Grab Car, atauOjek Online harus dilihat secara substansif. Mengapa keberadaan moda angkutan itu disukai kehadirannya oleh masyarakat?

"Saya melihat penyelesaian yang dilakukan pemerintah menginginkan pendekatan yang sangat formalistik dan normatif dengan merujuk berbagai regulasi yang ada," katanya kepada Tribun, Selasa (15/3/2016).

Menteri Perhubungan Ignasius Jonan telah mengirim surat kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) yang berisi permintaan pemblokiran aplikasi Uber dan Grab di Indonesia.

Menurutnya, sangat disayangkan jika keputusan pemerintah menutup transportasi online. Apalagi faktanya masyarakat senang dengan Uber dan Grab karena lebih banyak pilihan dan relatif lebih murah.

"Ini juga membantu pemerintah menyediakan angkutan publik lebih banyak. Banyak masyarakat beralih dari meobil pribadi ke Uber dan Grab. Mengapa?" jelasnya.

BERITA TERKAIT

"Karena akses mendapatkan taksinya lebih mudah dan murah. Ini seharusbya dilihat pemerintah," tambahnya.

Dengan perkembangan demikian menurutnya, seharusnya pemerintah mengkaji aturan yang ada sehingga sesuai dengan perkembangan teknologi dan zaman.

"Jangan selalu regulatif, juklak, juknis, tetapi juga berpikir out of the box," katanya.

"Kalau aturan justru merugikan dan ternyata memberatkan masyarakat, ya aturannya diubah," lanjutnya.

Guru Besar UII ini yakin mematikan Uber dan Grab akan melahirkan protes dan gerakan dari masyarakat yang akan membuat petisi dan sebagainya.

Jangan lupa pula dia ingatkan, di beberapa negara sudah melegisaai adanya Uber, walaupun juga ada yang melarangnya.

"Situasi sekarang bisa saja taksi terlalu mahal atau terbatas pada jam-jam sibuk sehingga perlu ada tambahan Moda angkutan umum tersebut, Uber serta Grab merupakan salah satu pilihan, jadi jangan dimatikan," cetusnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas