Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Asosiasi E-commerce Minta Ditjen Pajak Perjelas Rencana Pengenaan Pajak Berlapis

Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi pekan ini menyatakan, rencananya mengenakan pajak atas setiap transaksi online.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Asosiasi E-commerce Minta Ditjen Pajak Perjelas Rencana Pengenaan Pajak Berlapis
Kompas Images
Fatimah Kartini Bohang Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Daniel Tumiwa 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Bisnis e-commerce di Indonesia tumbuh pesat, ditandai dengan masuknya pemain baru di industri ini. Namun, regulasi mengenai pengenaan pajak terhadap industri ini masih abu-abu. Inilah yang membuat Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) kembali menuntut pemerintah agar memperjelas regulasi perpajakan untuk industri ini.

Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi pekan ini menyatakan, rencananya mengenakan pajak atas setiap transaksi online. Pajak tersebut harus disetorkan oleh para pemilik bisnis online kepada Ditjen Pajak (DJP).

Menanggapi rencana ini, idEA menyatakan, selama ini para perusahaan e-commerce yang berbadan hukum telah mengikuti aturan pajak yang berlaku dengan membayar pajak sesuai kewajiban masing-masing.

Bisnis e-commerce pada umumnya dapat dibagi menjadi beberapa model bisnis, yang tentunya memerlukan perlakuan pajak yang berbeda.

Misalnya, ada model ritel online, yang mana semua stok barang diatur oleh pemilik situs, maka pengenaan PPN dan penyetorannya dilakukan oleh pemilik situs tersebut.

Sementara model bisnis lain, seperti marketplace, hanya menyediakan tempat usaha untuk para pedagang yang berjualan di situs mereka. Dalam hal ini, seharusnya pemungutan dan penyetoran PPN dilakukan oleh para pedagang tersebut.

Sama halnya dengan yang terjadi di pusat perbelanjaan seperti mal atau Tanah Abang. Tentunya hanya pedagang dengan omzet tertentu yang memiliki PKP dan berkewajiban memungut PPN.

Berita Rekomendasi

Lain lagi dengan iklan baris online yang sama sekali tidak memfasilitasi transaksi antara penjual dan pembeli. Seperti halnya iklan baris di koran, media yang bersangkutan tentunya tidak mungkin mengenakan PPN terhadap transaksi yang terjadi antara penjual dan pembeli.

Namun demikian, aneka model bisnis di atas tetap mengenakan pajak untuk layanan atau produk yang mereka jual kepada penggunanya.

Untuk iklan baris online yang pendapatan utamanya bersumber dari fitur premium (seperti sundul, posisi, dan iklan teratas), tentu mengenakan PPN untuk setiap fitur yang dijual.

idEA menilai, perlu pemahaman yang mendalam mengenai model bisnis masing-masing untuk dapat memberlakukan aturan yang obyektif dan konstruktif bagi industri.

Di luar soal PPN, sempat juga timbul wacana perihal pengenaan pajak cuma-cuma bagi model bisnis seperti iklan baris online yang sebagian besar jasanya dapat dinikmati oleh masyarakat pengguna secara gratis.

Model bisnis yang sering dikenal dengan konsep "freemium" ini cukup jamak di ranah digital, yang pada umumnya menguntungkan bagi konsumen.

Tentunya layanan gratis ini tidak bisa disamakan dengan pemberian sampel produk gratis yang menurut aturan memang dikenakan pajak cuma-cuma.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas