Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kebijakan Stabilisasi Pangan Masih Reaktif

Instrumen pokoknya bukan di peningkatan produksi pangan tetapi kemampuan pemerintah melakukan penyusunan sistem alokasi distribusi

Penulis: Hendra Gunawan
zoom-in Kebijakan Stabilisasi Pangan Masih Reaktif
Tribunnews.com/Hendra Gunawan
Ilustrasi: Petani sedang mengorok sawah saat musim tanam di Desa Petarukan, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Stabilisasi pangan memiliki dimensi keberpihakan pemerintah untuk melindungi petani di saat harga jatuh di panen raya, dan melindungi konsumen ketika harga-harga pangan mengalami peningkatan.

Peningkatan harga pangan yang tidak terkendali dapat mengakibatkan inflasi, menghambat pertumbuhan ekonomi dan mengancam ketahanan nasional.

Kunci dari stabilisasi pangan ini tergantung pada kemampuan pemerintah dalam mengelola stok pangan, operasi pasar, dan penyaluran beras untuk pelayanan publik.

“Stabilisasi pangan mutlak diperlukan, karena saat ini harga pangan di tingkat konsumen sudah 70 persen di atas harga internasional, jelas ini merugikan konsumen, dan petani tidak mendapatkan keuntungan yang adil dari tingginya harga pangan tersebut,” ujar Musdhalifah Machmud, Deputi Kementerian Perekonomian, dalam penjelasannya di Jakarta, akhir pekan lalu.

Selanjutnya Musdhalifah menyarankan agar pemerintah berhasil melakukan stabilisasi harga pangan, maka instrumen pokoknya bukan di peningkatan produksi pangan akan tetapi adalah kemampuan pemerintah untuk melakukan penyusunan sistem alokasi distribusi panen raya dan panen gadu.

Dan selanjutnya pemerintah lebih fokus pada stabilisasi harga di tingkat petani dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan dan daya tawar petani.

Dalam kesempatan terpisah, Yeka Hendra Fatika Wakil Ketua Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia menyampaikan bahwa pemerintah harus berhati hati dengan wacana surplus beras dan tidak perlu impor beras di tahun ini, selain akan mempengaruhi psikologi pasar untuk meningkatkan harga, juga bahwa perencanaan impor di tahun ini diperkirakan tidak akan semulus tahun-tahun sebelumnya.

Berita Rekomendasi

Hal ini disebabkan penawaran beras di pasar Asean, seperti Thailand, Vietnam dan Myanmar mengalami penurunan yang signifikan.

Diperlukan back up plan berupa skenario penjajakan kerjasama dengan negara penghasil pangan untuk memenuhi stok pangan di Indonesia di saat kekurangan.

“Intinya, impor pun kini memerlukan perencanaan jangka menengah, minimalnya,” ujar Yeka menegaskan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas