Misbakhun Ingatkan Risiko Pemangkasan APBN bagi Kredibilitas Jokowi
implikasi merevisi APBN 2016 yang berisi pemangkasan anggaran tidak saja berimbas secara ekonomi, tetapi juga psikologis.
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI, Mukhamad Misbakhun mengingatkan pemerintahan Presiden Joko Widodo agar bertindak cermat dalam merevisi APBN 2016.
Menurutnya, implikasi merevisi APBN 2016 yang berisi pemangkasan anggaran tidak saja berimbas secara ekonomi, tetapi juga psikologis.
Misbakhun mengatakan hal itu terkait RAPBN-Perubahan 2016 yang berisi pemangkasan anggaran.
Menurutnya, meski pemangkasan anggaran melalui revisi APBN memang bukan hal baru di era Presiden Jokowi, namun bisa memicu ketidakpercayaan.
"Pemotongan anggaran belanja negara sebenarnya memberikan sinyal buruk ke pasar dan investor. Terlepas dari apa pun alasannya, pasar dan investor akan memaknainya sebagai kontraksi pertumbuhan," ujar Misbakhun dalam pernyataannya, Sabtu (11/6/21016).
Ia lantas merujuk pada APBN 2015 yang menjadi tahun pertama pemerintahan Jokowi.
Kala itu, belanja negara dalam APBN 2015 dipatok pada angka Rp 2.039,5 triliun. Sedangkan target penerimaan negara ditetapkan 1.793,6 triliun.
Namun, pemerintah mengajukan APBN Perubahan 2015 yang berisi penyusutan anggaran.
Target pendapatan negara diturunkan menjadi Rp 1.761,6 triliun, sedangkan belanja negara dipangkas menjadi Rp 1.984,1 triliun.
Misbakhun mengingat kala itu faktor penyebab pemangkasan anggaran adalah perekonomian domestik dan global terus melesu.
Dari sisi eksternal, kata Misbakhun, ekonomi di Eropa dan Jepang masih terpuruk. Pemulihan ekonomi Amerika Serikat pun belum solid.
Sementara, ekonomi Tiongkok, meskipun mengarah ke kondisi yang lebih stabil, namun risiko pelemahan masih tinggi.
Efek pemangkasan anggaran saat itu, kondisi makin sulit. Karena diperparah oleh kejatuhan harga komoditas terutama batubara, yang membuat banyak perusahaan tambang merugi, bahkan gulung tikar.
"Dampaknya, penerimaan negara terutama dari pajak jauh menyusut. Kejatuhan harga minyak juga membuat pendapatan negara dari minyak dan gas anjlok drastis," paparnya.
Misbakhun menduga pengalaman 2015 akan terulang. Ia melihat tanda-tanda anggaran belanja dalam APBN-P 2016 juga bakal dipangkas.
Karenanya, wakil rakyat dari daerah pemilihan Jawa Timur II itu wanti-wanti ke pemerintah agar sebisa mungkin menghindari pemangkasan anggaran.
"Dalam teori ekonomi, sinyal kontraksi pertumbuhan merupakan hal yang sangat berbahaya sehingga sebisa mungkin harus dihindari oleh pemerintah," ujar mantan pegawai Ditjen Pajak tersebut.
Ia menambahkan, jika melihat sinyal kontraksi maka psikologis pasar dan investor akan terganggu. Imbasnya, mereka cenderung akan mengerem segala aktivitasnya.
"Jika pemerintahan Jokowi selalu merevisi anggaran belanjanya menjadi lebih rendah, maka lama-kelamaan kredibilitas Pak Jokowi akan jatuh. Pemerintahan Jokowi akan diragukan kompetensi dan kemampuannya dalam merancang serta mengeksekusi anggaran,” katanya.
Ia menegaskan, persoalan kepercayaan merupakan hal penting. "Masalah trust ini sangat penting. Pemerintah harus bisa menjaga kepercayaan pasar dan investor," ujarnya.