Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

YLKI Duga Ada Jaringan Kartel Daging Sapi

"Untuk momen yang sangat pendek, sudah bisa ditebak yang akan diimpor pasti daging sapi beku."

Editor: Choirul Arifin
zoom-in YLKI Duga Ada Jaringan Kartel Daging Sapi
TRIBUN MEDAN/JEFRI SUSETIO
Pedagang daging sapi melayani permintaan pelanggan di Pusat Pasar, Kota Medan, Minggu (24/1/2016). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) tak yakin Presiden Joko Widodo (Jokowi) menambah kuota impor daging sapi.

Alasannya, hingga saat ini harga daging sapi yang oleh Pemerintah dipatok  Rp 80.000 per kg, faktanya  harga di pasaran bertengger di kisaran Rp 115.000 per kg.

"Bahkan, di sejumlah daerah sudah melewati angka di atas Rp 130.000 per kg," Kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, melalui keterangan tertulisnya, Jumat (10/6/2016).

Hal ini tentu saja makin memberatkan masyarakat menengah bawah untuk bisa membeli daging sapi, karena, tidak terjangkau.

Karena itu alternatif untuk menstabilkan harga daging di pasaran adalah dengan menggelontorkan kuota impor daging sapi dengan lebih banyak.

"Untuk momen yang sangat pendek, sudah bisa ditebak yang akan diimpor pasti daging sapi beku," kata dia. "Yakni 10.000 ton daging sapi."

Menurut Tulus, pilihan impor daging sapi beku lebih tepat dari pada impor hewan sapi. Karena, butuh waktu 3 hingga 4 bulan hingga sapi layak dipotong.

Berita Rekomendasi

Terkait dengan impor daging sapi beku ini, Tulus menilai, ada beberapa catatan yang harus diperhatikan.

Pertama, selera konsumen di Indonesia secara umum tidak suka dengan daging sapi beku. Tapi lebih suka daging sapi segar (fresh meat). "Akibatnya daging sapi beku sepi peminat, tidak laku" kata dia.

Kedua, kandungan air di dalam daging sapi beku terlalu tinggi, yakni, mencapai 20-30 persen. "Kalau konsumen membeli 1 kg daging sapi beku, sebenarnya volume dagingnya hanya 7-8 ons saja. Karena yang 2-3 ons adalah berisi air, dan menyusut," tutur Tulus. 

Jadi, harga daging sapi beku sebenarnya tidak murah. Bahkan, justru merugikan konsumen karena mengalami penyusutan volume.

Ketiga, Lanjut Tulus, daging sapi beku juga cenderung merugikan pedagang tradisional. Menurut dia, rata-rata pedagang tradisional tidak mempunyai lemari pendingin (cold storage) untuk menyimpan daging sapi beku.

Jika dijual secara terbuka, daging sapi beku hanya tahan maksimal 3 jam saja.  Lebih dari itu akan mencair, dan merusak kualitas daging.

Lebih jauh, Tulus menduga, penyebab mahalnya harga daging sapi karena adanya kartel yang berperan memainkan harga.

"Dugaan kartel daging  sapi pada 2015 dan telah mendapatkan peringatan dan bahkan di denda KPPU. Jika kali ini masih ditemui, maka, sudah saatnya perusahaan tersebut di pidanakan saja, sebagai tindak pidana ekonomi," kata dia.

Maka dari itu, kata Tulus, YLKI meminta Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) segera mengumumkan importir/feedlooter yang terbukti melakukan kartel daging sapi.

Selain itu, pemerintah harus juga memangkas rantai distribusi daging sapi yang terlalu panjang dan adanya dugaan "midle man" (alias calo) pada setiap mata rantai distribusi tersebut. Hal ini sejalan dengan upaya swasembada daging sapi.

"Swasembada daging sapi bisa dilakukan, jika pemerintah serius melakukan pendampingan dan memberikan insentif pada peternak lokal," ujarnya.

Penulis: Fachri Fachrudin

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas