Penurunan Tarif Interkoneksi Cegah Monopoli di Luar Jawa
Saat di suatu daerah di Indonesia hanya satu operator yang memiliki jaringan prima, maka penentuan tarif berpotensi menjadi tak wajar.
Editor: Eko Sutriyanto
Nonot menjelaskan, dalam menghitung tarif tersebut pemerintah mendesain sebuah rumusan khusus. Nah, para operator telekomunikasi tinggal menyediakan data yang diinput ke rumus tersebut.
Seharusnya, hasil penghitungan atau angka nominal tarif interkoneksi tidak terpaut jauh.
Sebab, para operator berada di suatu negara dengan budaya yang serupa artinya, kemampuan bayar dari mayoritas masyarakat juga pasti tak jauh berbeda.
Tapi Nonot menemukan, ada raksasa bisnis teknologi informasi (TI) di Indonesia yang tarif interkoneksinya malah menggelembung dua kali lipat.
"Ini tidak sesuai dengan sifat alamiah, ilmu pasar yang lazim kalau skala ekonominya besar pasti lebih efisien, tapi ini kok mahal," ujar Nonot kepada wartawan, kemarin.
Menurut dia, penurunan tarif interkoneksi hingga 40% sangatlah wajar jika mengacu pada hasil perhitungan pemerintah dari para operator.
Terlebih lagi, hasil rumusan tarif interkoneksi dari pemerintah juga mengungkap bahwa pemain dominan meraup hasil hingga dua kali lipat jika dibandingkan operator lain.