Budidaya Bawang, Labanya Nggak Bikin Bimbang
Bawang merah dipilih karena merupakan komoditas relatif tahan lama, tidak cepat busuk, serta harganya cukup tinggi.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA- Sektor agribisnis di Indonesia menjanjikan peluang memperoleh cuan yang cukup besar.
Itu sebabnya banyak tawaran berinvestasi di bidang komoditas agribisnis seperti bawang merah. Salah satunya dari PT Kanigoro Kreasi Solusi asal Yogyakarta.
Edvi Vebriyanti, staff pemasaran PT Kanigoro Kreasi Solusi menjelaskan, perusahaannya mengembangkan pusat pengembangan di sektor agribisnis, eco tourism dan juga perdagangan produk pertanian atau farm trading.
Mulai bergerak sejak sekitar tahun 2013, perusahaan ini juga membuka kemitraan pembudidayaan komoditas bawang merah dengan sistem bagi hasil.
Bawang merah dipilih karena merupakan komoditas relatif tahan lama, tidak cepat busuk, serta harganya cukup tinggi.
Bawang juga bisa diolah menjadi produk dengan bernilai jual lebih tinggi semisal jadi bawang goreng.
Edvi menjelaskan bahwa nilai modal per slot sebesar Rp 100 juta.
Penanaman akan dilakukan di wilayah Kartasura, Boyolali dan Klaten dengan sistem plasma bekerjasama dengan para para petani setempat.
Dana digunakan untuk tiga kali periode tanam dalam masa kontrak setahun.
Dana tersebut untuk biaya persiapan lahan pra tanam, pemasangan kerangka netting house, instalasi pengairan, benih 300 kg per periode tanam, perawatan, dan panen.
Dari hasil panen tiap tiga bulan sekali, potensi hasil panen 7.000 kg. Jika saat ini harga bawang per kilogram Rp 10.000, tiap panen bisa menghasilkan Rp 70 juta.
Jadi dalam tiga kali periode tanam dalam setahun investor bisa memperoleh omzet sekitar Rp 210 juta. Dari situ modal awal Rp 100 juta kembali, sisanya Rp 110 juta sebagai omzet kotor.
Cermati risikonya
Kanigoro menerapkan sistem bagi hasil 50:50. Dengan simulasi Rp 110 juta sebagai omzet kotor, setelah dibagi 50 persen, keuntungan investor di akhir kontrak Rp 55 juta dan modal awal sudah kembali.