Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Dipertanyakan, Rencana Penurunan Tarif Interkoneksi

Dalam draft Kepmen, pemerintah berencana menurunkan tarif interkoneksi.

Penulis: Hendra Gunawan
zoom-in Dipertanyakan, Rencana Penurunan Tarif Interkoneksi
Telkomsel
Ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika dalam waktu dekat ini akan mengeluarkan Keputusan Menteri (Kepmen) mengenai tarif interkoneksi.

Interkoneksi adalah kewajiban bagi semua operator untuk menjamin hak pelanggan untuk dapat saling berkomunikasi satu sama lain di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam draft Kepmen yang rencananya akan ditandatanganin menteri dalam waktu dekat tersebut, pemerintah berencana menurunkan tarif interkoneksi.

Rencana penurunan tarif interkoneksi ini dipertanyakan beberapa pihak. Dr. Ian Yosef M Edward, M.T, Ketua Program Studi Telekomunikasi di Institut Teknologi Bandung mengatakan seharusnya dalam menetapkan tarif interkoneksi, pemerintah memasukkan komponen biaya investasi, operasional dan perawatan jaringan.

“Di dalam prinsip perhitungan tarif interkoneksi itu tidak boleh ada operator yang mengambil untung dan tidak boleh ada operator yang dirugikan. Namun seharunya pemerintah juga harus menghitung komponen investasi. Jika ada operator yang tidak pernah bangun namun tiba-tiba minta interkoneksi dengan biaya yang sama saya rasa tidak fair,” ungkap Ian, Senin (1/8/2016).

Hal senada juga diutarakan oleh Mundar Wiyarso, pengamat telekomunikasi. Menurutnya filosofi interkoneksi adalah equal treatment baik itu menyediakan network maupun jasanya. Jangan ada satu operator saja yang membuat jaringan namun operator lainnya hanya memberikan service saja. Jaringan hanya nebeng dan meminta harga murah.

Mundar memberikan contoh equal treatment yang dilakukan antara Telkom Grup dengan XL. XL memiliki jaringan yang sangat kuat di Sumatra. Sedangkan Telkom Grup memiliki kekuatan jaringan di Indonesia Timur. “Mereka saling saling membangun dan saling melakukan interkoneksi. Itu yang dinamakan equal,”papar Mundar.

BERITA TERKAIT

Jika sudah ada equal treatment dalam pembangunan jaringan, menurut Ian perhitungan tariff interkoneksi dengan menggunakan metode simetris bisa dilakukan. Namun jika pembangunan jaringan tidak setara, menurut Ian perhitungan secara simetris itu tidak bisa dilakukan. “Seharunya Menteri Kominfo bisa menggunakan perhitungan tarif yang telah dibuat oleh dirjen sebelumnya,”terang Ian.

Seperti kita ketahui bersama bahwa Kominfo telah membuat Draft Penyempurnaan Regulasi Tarif Dan Interkoneksi pada tahun 2015. Di dalam draft tersebut dijelaskan bahwa biaya jaringan setiap operator akan berbeda-beda.
Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan coverage, biaya investasi dan utilisasi. Namun draft yang kala itu dibuat oleh Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Kalamullah Ramli, diabaikan oleh Menteri Kominfo. Menteri Kominfo tetap menginginkan tariff interkoneksi turun tanpa melihat biaya yang dikeluarkan oleh masing-masing operator telekomunikasi.

Sehingga menurut Ian pemberlakuan tarif interkoneksi yang berbeda-beda adalah suatu keniscayaan yang berkeadilan karena dengan demikian demi kepentingan pelanggan dalam interkoneksi tidak ada operator yang dirugikan maupun diuntungkan.

“Sehingga yang paling fair dalam menetapkan tariff interkoneksi adalah dengan menggunakan metode cost base seperti yang tertuang di dalam Draft Penyempurnaan Regulasi Tarif Dan Interkoneksi pada tahun 2015,” terang Ian.

Jika pemerintah ‘ngotot’ memberlakukan tarif interkoneksi tanpa menggunakan perhitungan yang jelas, bisa membuat operator yang malas membangun jaringan tambah malas membangun. Sedangkan operator yang rajin membangun akan kesulitan untuk mengembangkan jaringannya.

Menurut Ian sebelum menetapkan tariff interkoneksi, seharunya pemerintah terlebih dahulu membuat keseimbangan dengan memaksa para operator memenuhi komitment pembangunan yang telah tertuang di dalam modern licensing telekomunikasi.

“Jika tak ada operator yang membangun jaringan dan pemerintah terus menekan tariff interkoneksi, lalu siapa yang akan melakukan pengembangan dan perawatan jaringan dikemudian hari,” tanya Ian.

Wakil Ketua Komisi I DPR Ahmad Hanafi Rais menilai selama ini banyak kebijakkan Kominfo yang dinilai Komisi 1 kurang adil dan tidak proposional yang condog memihak kepentingan asing atau sekelompok industri.

“Indikasi kurang adil dan tidak proposional Kominfo ini sudah menjadi kegelisahan teman-teman di Komisi 1. Seharunya pemerintah bisa menjadi wasit yang benar. Dengan kondisi tersebut dalam waktu dekat kami akan meminta penjelasan dari Menkominfo,” ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas