Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

INDEF: Hati-hati Kalau Pemerintah Ingin Naikkan Cukai

"Indonesia termasuk negara yang sangat sedikit memiliki barang atau objek kena cukai."

Editor: Choirul Arifin
zoom-in INDEF: Hati-hati Kalau Pemerintah Ingin Naikkan Cukai
KOMPAS IMAGES
Buruh linting rokok di pabrik Djarum Kudus 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati menaikkan kembali tarif cukai rokok tahun ini. Pasalnya, industri hasil tembakau (IHT) merupakan merupakan salah satu industri strategis bagi Indonesia.

Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati mencatat tahun lalu, IHT mampu memberikan sumbangan penerimaan cukai sampai Rp139,5 triliun.

“Artinya 96 persen penerimaan cukai sangat bergantung pada IHT atau berkontribusi 11,7 persen terhadap total penerimaan pajak negara. Nilai tersebut belum termasuk penerimaan PPN yang mencapai lebih dari Rp20 triliun dan juga pajak rokok sebesar Rp14 triliun,” kata Enny, akhir pekan kemarin.

Karena strategisnya posisi IHT dalam perekonomian, maka setiap kebijakan yang berpengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap kinerja IHT harus dilakukan dengan pertimbangan yang komprehensif.

Enny tidak ingin kebijakan yang diambil pemerintah terkait IHT justru berdampak kontra produktif. Ia mencontohkan, ketika pemerintah memutuskan untuk terus menaikan cukai IHT secara masif.

“Akibatnya pertumbuhan penerimaan cukai justru menurun, bahkan tujuan untuk mengendalikan produksi rokok juga meleset,” tegasnya.

Enny menegaskan, ketika kenaikan tarif pita cukai hasil tembakau (CHT) tidak disertai infrastruktur atau law enforment yang jelas dan tegas, maka yang terjadi justru berpotensi semakin meningkatkan peredaran rokok ilegal.

BERITA TERKAIT

“Dengan demikian potensi pendapatan negara justru turun dan target untuk mengendalikan produksi rokok juga tidak tercapai,” kata Enny.

Untuk itu, ia meminta pemerintah harus bijak menanggapi usulan yang beberapa hari ini mengemuka di berbagai media untuk menaikkan harga rokok menjadi Rp50 ribu per bungkus.

“Harus ada kajian yang komprehensif terlebih dahulu akan dampak dari kebijakan tersebut. Karena target peningkatan penerimaan cukai belum tentu tercapai, tapi justru berisiko mengganggu kinerja IHT. Jika harga rokok dinaikkan secara eksesif, hal ini justru berpotensi semakin meningkatkan peredaran rokok illegal,” imbuh Enny.

Ia melanjutkan, sekalipun harga rokok di Indonesia secara nominal lebih murah daripada di negara tetangga, tapi daya beli masyarakat Indonesia juga lebih rendah. Jadi ketika minat masyarakat membeli rokok cukup tinggi di tengah lemahnya daya beli, maka disana ada insentif ekonomi untuk terjadinya perdagangan illegal.

Enny menambahkan, berdasarkan studi dari Universitas Gadjah Mada di 2014, diketahui bahwa dengan tingkat cukai yang ada, perdagangan rokok ilegal telah mencapai 11,7 % dan merugikan negara hingga triliunan rupiah.

"Indonesia termasuk negara yang sangat sedikit memiliki barang atau objek kena cukai. Saat ini, hanya tiga barang yaitu rokok, minuman beralkohol dan etil alkohol. Sedangkan di negara-negara di kawasan Asean jauh lebih banyak dari Indonesia,” tegasnya.

Ia menyebut Singapura dan Filipina mengenakan tarif cukai untuk lima barang, India delapan barang dan Thailand 11 barang. “Untuk itu Pemerintah tidak usah ragu lagi untuk melakukan ekstensifikasi obyek cukai,” kata dia.

Reporter Yudho Winarto

Sumber: Kontan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas