6,1 Juta Orang Resah Akibat Hasil Penelitian Menyebutkan Harga Rokok Rp 50 Ribu
Isu harga rokok Rp 50 ribu per bungkus akibat riset yang didanai pihak asing dan tidak dapat dipertanggungjawabkan
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) menilai jutaan orang di industri tembakau mengalami keresahan, setelah adanya penelitian Prof Hasbullah Thabrany yang mengumumkan harga rokok Rp 50 ribu per bungkus.
Ketua APTI Suseno Riban mengatakan, isu harga rokok Rp 50 ribu per bungkus akibat riset yang didanai pihak asing dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, karena menggiring responden kepada opini tertentu.
Menurutnya, riset yang diumumkan tersebut telah menciptakan keresahan bagi masyarakat Indonesia, khususnya petani tembakau, petani cengkeh, pekerja dan pedagang, yang menggantungkan mata pencahariannya dari industri hasil tembakau nasional.
"Ada 6,1 juta orang resah dengan harga Rp 50 ribu per bungkus dan telah dirugikan dengan penelitian ini, dimana penelitian ini dibiayai oleh LSM Asing yaitu Bloomberg Initiative sebesar Rp 4,3 miliar," tutur Suseno, Jakarta, Kamis (25/8/2016).
Akibat hasil penelitian yang secara singkat dan tidak memikirkan aspek ekonomi tersebut, kata Suseno, para petani tembakau mengalami kerugian karena isu tersebut dimanfaatkan oleh tengkulak untuk membeli tembakau dengan harga murah.
"Ini dimanfaatkan tengkulak, harga tembakau di Madura itu bisa Rp 40 ribu sampai Rp 60 ribu, karena petani ini ditakut-takutkan oleh tengkulak harga rokok pasti naik dan membuat produsen menurunkan produksinya, sehingga petani melepas hasil panennya dengan harga murah sampai Rp 19 ribu," tuturnya.
Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Hasan Aoni Azis menuturkan, kenaikan rokok secara signifikan hingga Rp 50 ribu per bungkus, tidak mesti serta merta menurunkan tingkat konsumsi rokok tetapi justru menimbulkan peningkatan jumlah rokok ilegal.
"Pada saat harga rokok naik, rokok ilegal jadi semakin marak, sehingga hal ini bertentangan dengan semangat kelompok kesehatan, sebab rokok ilegal tidak melalui proses yang tidak sesuai," tutur Hasan.