PLN Diminta Jaga Iklim Investasi dalam Program Listrik 35 Ribu MW
Tidak bisa dibayangkan jika perekonomian Indonesia berkembang pesat, namun kebutuhan listrik tidak memadai
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kalangan anggota Komisi VII DPR meminta PT PLN (Persero) menjaga iklim investasi dalam program 35 ribu megawatt (MW) karena memberikan dampak besar bagi perekonomian negara.
Kritik Kadin Indonesia yang menyebutkan PLN tidak profesional dalam mengelola tender proyek 35 ribu megawatt (MW) perlu menjadi masukan bagi perbaikan ke depan.
Anggota DPR Komisi VII Kurtubi melihat seharusnya PLN bisa bersikap lebih profesional.
Terlebih lagi jika menyangkut dengan iklim investasi di sektor listrik di negeri ini.
Dia menilai sudah menjadi amanat Presiden bahwa industri apapun di Tanah Air harus kondusif, supaya bisa menarik modal guna mengembangkan perekonomian dalam negeri.
“Negara jelas akan dirugikan jika iklim investasi khususnya di industri listrik tidak nyaman bagi pemodal," kata Kurtubi kepada wartawan, Rabu (27/9).
Seperti diketahui, Kadin Indonesia mengkritik pengelolaan tender dan urusan teknis dalam proyek 35 ribu MW yang terkesan amburadul.
Ketua Komtap Industri Energi Migas Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Agustinus Santoso mengatakan, hal itu membuat banyak investor mundur.
Santoso mencontohkan proyek PLTU Jawa-1, di mana terdapat klausul yang justru membuat ketidapastian bagi investor.
Klausul terkait gangguan suplai LNG tersebut menyatakan jika PLN tidak mampu menyediakan LNG, maka bidder tidak akan dibayar meskipun pembangkit beroperasi.
Kurtubi sendiri mengaku belum mendapat data terkait proyek tersebut namun, sebagai pihak legislatif dia melihat betapa pentingnya program pemerintah itu terlaksana.
Tidak bisa dibayangkan jika perekonomian Indonesia berkembang pesat, namun kebutuhan listrik tidak memadai.
Untuk itu, dia menilai, PLN harus bersikap konsisten dari aspek hulu hingga hilir terutama tentang tender dan urusan teknis.
Jika perlu, PLN bisa bersikap solutif dengan mengubah kebijakan yang dirasa menghambat.