Tarif Cukai Hasil Tembakau Naik, Ini Tanggapan Produsen Rokok
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan baru saja memutuskan kenaikan tarif cukai hasil tembakau
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan baru saja memutuskan kenaikan tarif cukai hasil tembakau rata-rata sebesar 10,54 persen, dan mulai berlaku 1 Januari 2017.
Pemerintah berharap instrumen pengendali bisa menekan jumlah perokok di Indonesia. Namun, menurut Direktur Independen HM Sampoerna Yos Adiguna Ginting, konsumsi rokok tidak akan turun serta-merta dengan menaikkan tarif cukai hasil tembakau.
Malah, dengan harga rokok yang lebih mahal mereka akan berpindah mencari rokok-rokok alternatif atau rokok dengan pita cukai ilegal.
"Cukai adalah instrumen untuk pengendali konsumsi. Tetapi, cukai yang tidak diformulasikan dengan baik, tanpa penegakan rokok ilegal yang kuat, maka konsumennya hanya akan lari dari rokok resmi ke rokok ilegal. Jadi, bukan turun konsumsinya," kata Yos ditemui di Kantor DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Jakarta, Jumat (30/9/2016).
Oleh karena itu, sambung Yos, pemerintah perlu menyusun formula kenaikan tarif cukai hasil tembakau yang tepat agar instrumen pengendali konsumsi ini tepat sasarannya.
"Toh tidak ada gunanya dimahalkan, tetapi tidak turun perokoknya. Tetap merokok, tetapi justru yang tidak membayar cukai. Pemerintah kehilangan pendapatan," imbuh Ketua Bidang Perdagangan Internasional Apindo itu.
Menurut dia, kenaikan rata-rata tertimbang 10,54 persen untuk ketiga jenis sigaret terlalu tinggi. Bahkan, menurut dia, pelaku usaha dari sektor industri tembakau menyarankan kenaikan tarif cukainya tidak terlalu jauh dari inflasi.
"Secara umum angka ini memberatkan, apalagi sesuai dengan laporan yang disampaikan asosiasi terkait sektor tembakau, volume penjualan tahun ini dalam tren menurun. Kami tentu khawatir kenaikan cukai ini memperburuk sektor ini," kata Yos.(Estu Suryowati)