Sulitnya Membangun Hunian Berimbang di Kota Besar
Kota-kota besar di Indonesia sudah tidak mungkin lagi untuk membangun rumah sederhana di atas hamparan lahan yang sama nilainya.
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Regulasi yang mewajibkan pengembang membangun hunian berimbang dengan pola baru 1:2:3 di kota-kota besar kini makin sulit diwujudkan seiring dengan makin terbatasnya pasokan lahan kosong.
Pola 1:2:3 mengandung makna setiap pembangunan properti satu unit rumah mewah, pengembang wajib membangun dua unit rumah menengah dan tiga unit rumah sederhana.
Sekretaris Jenderal Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Hari Raharta menilai skema 1:2:3 sulit diaplikasikan. Kota-kota besar di Indonesia sudah tidak mungkin lagi untuk membangun rumah sederhana di atas hamparan lahan yang sama nilainya.
"Sudah tidak ada lahannya," ujar Hari Raharta, di Jakarta, Kamis (6/10/2016).
Calon Ketua Umum REI ini meminta pemerintah untuk membuka peluang penyesuaian kembali aturan hunian berimbang.
Hal ini untuk melengkapi trobosan pemerinta merelaksasi perizinan bagi penyediaan rumah bersubsidi.
Hari Raharta memaparkan saat ini tantangan berbeda-beda di setiap provinsi dan kota. Karena hal itu Hari ingin agar ada revisi aturan terkait skema pembangunan hunian berimbang.
“Undang-undangnya harus diubah," kata Hari.
Sebelumnya diketahui Peraturan Menteri Perumahan Rakyat No. 10 tahun 2012 membuat skema 1:3:6.
Kemudian regulasi tersebut direvisi oleh Peraturan Menteri Perumahan Rakyat Nomor 7/2013 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman dengan Hunian Berimbang.