Pemerintah Terus Dorong Pengembang untuk Bangun Rumah Murah
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendorong percepatan pembangunan perumahan
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mendorong percepatan pembangunan perumahan khususnya untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), dimana dari target 1 juta rumah hingga saat ini baru terbangun 400 ribu unit.
Direktur Perencanaan Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Eko Heri Purwanto mengatakan, pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan XIII yang berisi adanya pemangkasan perizinan dari 33 tahapan perizinan menjadi 11 perizinan dan juga mempersingkat waktu menjadi 44 hari.
"Paket kebijakan XII ini pasti mendorong tercapainya target 1 juta rumah, karena biaya perizinan berkurang jadi ketersediaan rumah menjadi cepat, khususnya MBR. Sampai beberapa waktu lalu sudah ada 400 ribu rumah," tutur Eko di Jakarta, Sabtu (22/10/2016).
Keseriusan pemerintah mendorong ketersediaan rumah MBR, kata Eko, terlihat dari anggaran yang disediakan untuk perumahan, pada tahun ini mencapai Rp 9 triliun.
Eko menjelaskan, selisih antara pasokan rumah dan kebutuhan atau backlog berdasarkan konsep penghunian pada 2014 mencapai 7,6 juta unit dan pada 2019 diharapkan menjadi 5 juta unit, sementara rumah tidak layak huni mencapai 3,4 juta unit dan pada 2019 ditargetkan sebanyak 1,9 juta unit.
"Untuk mencapai 1 juta rumah, maka perlu didiskusikan pemerintah memiliki kebijakan, tapi pelakunya para pengembang dan didukung oleh perbankan," papar Eko.
Ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo menuturkan, dampak dari paket kebijakan ekonomi XIII belum terasa karena implementasinya belum terjadi dilapangan.
"Barangnya (Paket Kebijakan Ekonomi XIII) sudah ada di Sekretaris Negara tapi belum bisa digunakan dan perlu diterjemahkan dengan Peraturan Pemerintah kemudian disosialisasikan ke daerah-daerah," tutur Eddy.
Eddy pun meminta pemerintah membuat bank tanah untuk menyediakan tanah dan mengendalikan harga tanah yang terus mengalami kenaikan.
"Pendanaan bank tanah tergantung regulasinya, bisa dari APBN, atau CSR (corporate social responsiblity) atau APBD atau juga bisa BPJS," ucap Eddy.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.