Pengamat: Tak Bisa Ditawar, Pemerintah Jokowi Sebaiknya Segera Tuntaskan RUU Migas
"Sebenarnya di periode lalu (pemerintaha SBY) atau di 2013 RUU Migas tersebut bisa disahkan, tapi kan saat itu momentumnya kurang baik."
Penulis: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Proses pembahasan revisi atas Undang-Undang (RUU) Migas Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) atau pembahasan RUU Migas yang baru diyakini karena banyaknya kepentingan di internal DPR RI.
Pengamat energi Komaidi Notonegoro berharap, Pemerintah dan DPR segera menentukan deadline kapan seharusnya RUU Migas tersebut bisa disahkan menjadi undang-undang.
"Pengesahan UU Migas lebih cepat lebih baik. Sudah delapan tahun RUU Migas dibahas, rasanya tidak masuk akal saja kalau masih berkutat dengan masalah yang sama," kata Komaidi kepada awak media, di Jakarta, baru-baru ini.
Hal serupa disampaikan pengamat energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhamanto. Menurutnya, harus ada target kapan RUU Migas itu disahkan menjadi UU Migas.
Jika tidak disahkan pada periode pemerintahan yang sekarang (2014-2019), prosesnya akan semakin bertele-tele.
"Sebenarnya di periode lalu (pemerintaha SBY) atau di 2013 RUU Migas tersebut bisa disahkan, tapi kan saat itu momentumnya kurang baik. Salah satunya karena Kepala BP Migas (Rudi Rubiandini) ditangkap KPK," ungkap Pri Agung.
RUU Migas telah dibahas sejak 2008. Setelah Mahkamah Agung membubarkan BP Migas tahun 2012, lalu pemerintah juga membubarkan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tahun 2015, revisi RUU Migas menjadi kian penting. UU Migas dibutuhkan sebagai payung hukum untuk memutuskan hal-hal strategis terkait migas.
Mengacu pada amanat Mahkamah Konstitusi (MK) pengganti SKK Migas haruslah berbentuk BUMN. "Itu jadi titik yg sudah lama diperbincangkan. sebaiknya dikembalikan saja ke keputusan MK," kata Pri Agung.
Menurut Komaidi soal itu terserah pemerintah apakah badan usaha milik negara ini nantinya bisa berdiri sendiri atau berjoin dengan pertamina yang sudah berpengalaman.
Terbitkan Perpu
Komaidi menanbahkan, jika pembahasan RUU Migas mandek di DPR, pemerintah sebaiknya berinisiatif menerbitkan peraturan pemerintah pengganti UU (perppu).
Perppu adalah domain pemerintah sehingga tidak perlu konsultasi dengan DPR, soalnya waktu sudah mepet tinggal 3 tahun, efektif 2 tahun.
Pri Agung juga membenarkan bahwa banyak pihak yang sudah membicarakan kemungkinan Perppu terkait RUU Migas. Namun perppu baru akan dikeluarkan jika pemerintah merasa masalah sudah genting.