Pengamat: PLN Sebaiknya Fokus ke Target Pembangkit Baru 35.00 MW Ketimbang Garap Bisnis Panas Bumi
"Dalam kondisi sekarang ini, saya ragu PLN bisa fokus mengembangkan energi panas bumi," kata Yusri.
Penulis: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pengamat energi dari Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman berpendapat, pengelolaan bisnis panas bumi sebaiknya tetap berada di tangan Pertamina, ketimbang bisnis tersebut dialihkan ke PT PLN (Persero).
Karena itu, dia menyatakan mendukung pendapat pernyataan Menteri ESDM Ignasius Jonan yang meminta PT PLN (Persero) fokus ke transmisi tenaga listrik.
"Sejak lama Pertamina sudah mengembangkan SDM-nya untuk bisnis ini (panas bumi). Mereka sudah menyekolahkan SDM-nya ke New Zealand," kata Yusri dalam keterangan persnya kepada Tribun, Jumat (28/10/2016).
Melihat ke belakang, Yusri menyatakan, Dinas Geothermal Pertamina pertama dibentuk 1974 dan pertama mengirim orang ke New Zealand Tahun 1979.
Karena itu dalam pengelolaan panas bumi, dia menilai Pertamina lebih memiliki pengalaman karena sudah terbukti mampu menangani proyek-proyek panas bumi seperti Gunung Rajabasa, Dieng, dan Lahendong.
"Soal bisnis panas bumi jangan diutak-atik serahkan saja ke Pertamina yang sudah pengalaman," kata Yusri.
Mengutip pernyataan Jonan, Yusri menyatakan, PLN sebaiknya fokus pada target merealisasikan pendirian pembangkit baru sebanyak 35.000 watt yang ditugasakan pemerintah.
"Dalam kondisi sekarang ini, saya ragu PLN bisa fokus mengembangkan energi panas bumi," kata Yusri.
Sebelumnya, Menteri ESDM Ignasius Jonan meminta PLN fokus terlebih dahulu membangun transmisi tenaga listrik dibanding mengurusi persoalan panas bumi. Statement itu Jonan sampaikan menanggapi keinginan manajemen PLN masuk ke bisnis panas bumi.
"Masalah utama distribusi tenaga listrik belum tuntas," kata Jonan di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (27/10/2016) lalu.
Rasio elektrifikasi Indonesia saat ini sudah mencapai 88,3 persen. Namun, pemerataannya terbilang masih kurang. Menurut Jonan, salah satunya rasio cakupan (coverage ratio) listrik di Papua yang hanya sebesar 50 persen.
Dia juga menyatakan, pembangunan transmisi tenaga listrik mutlak dilakukan agar distribusi kelistrikan merata di wilayah Tanah Air.
"Selama ini, rasio elektrifikasi hanya mmenghitung konsumsi listik rumah tangga tanpa menghitung fasilitas umum dan fasilitas sosial yang terdapat di wilayah bersangkutan," jelas dia.
Niat PLN ke bisnis panas bumi bisa dimaklumi. Menurut Jonan, hal itu terkait untuk mencapai kondisi kelistrikan yang lebih efisien. Hanya saja Jonan khawatir PLN jadi tidak fokus.
"Ini (transmisi) harus jadi dulu. Jika PLN bisa bangun trasmisi segera laksanakan. Kalau tidak bisa gandeng swasta. Saya minta, hal prioritas seperti ini sebisa mungkin jangan gunakan dana APBN," kata Jonan.
PLN saat ini berhasrat mengakuisisi 50 persen saham PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) untuk masuk ke bisnis panas bumi dengan mengikuti lelang Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Salak dan Darajat milik Chevron.
Pemerintah menargetkan pembangunan transmisi pada megaproyek 35.000 MW bisa mencapai 46.597 kilometer (km).
Sepanjang 16.079 km transmisi atau mencapai 35 persen sudah memasuki pelaksanaan konstruksi dan sepanjang 26.709 km sudah memasuki masa pra konstruksi.
Transmisi yang sudah beroperasi mencapai 3.809 km atau 8 persen dari target.