Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pengamat: PLN Sebaiknya Fokus ke Target Pembangkit Baru 35.00 MW Ketimbang Garap Bisnis Panas Bumi

"Dalam kondisi sekarang ini, saya ragu PLN bisa fokus mengembangkan energi panas bumi," kata Yusri.

Penulis: Choirul Arifin
zoom-in Pengamat: PLN Sebaiknya Fokus ke Target Pembangkit Baru 35.00 MW Ketimbang Garap Bisnis Panas Bumi
KOMPAS IMAGES
Sumber Energi Baru Belum Bisa Diandalkan Johanes Galuh Bimantara 29 Juli 2015 15:34 WIB Ikon jumlah hit 1649 dibaca Ikon komentar 1 komentar JAKARTA, KOMPAS — Indonesia kaya dengan sumber-sumber energi baru dan terbarukan. Namun, sumber energi tersebut masih belum bisa diandalkan untuk memenuhi target pembangunan pembangkit listrik berkapasitas total 35.000 megawatt hingga tahun 2019. Batubara menjadi solusi bagi sumber energi tersebut walaupun tergolong sumber fosil. Pendar lampu menerangi sumur panas bumi yang mengepulkan asap di Dieng, Kabupaten Banjarnegara, JawaTengah, Sabtu (25/7). Indonesia memiliki potensi panas bumi sebanyak 251 titik yang lokasinya tersebar di sejumlah wilayah termasuk di Jawa Tengah. Hingga saat ini hanya 4 persen yang telah dimanfaatkan dari total keseluruhannya. Kompas/P Raditya Mahendra YasaPendar lampu menerangi sumur panas bumi yang mengepulkan asap di Dieng, Kabupaten Banjarnegara, JawaTengah, Sabtu (25/7). Indonesia memiliki potensi panas bumi sebanyak 251 titik yang lokasinya tersebar di sejumlah wilayah termasuk di Jawa Tengah. Hingga saat ini hanya 4 persen yang telah dimanfaatkan dari total keseluruhannya. Sambil terus mengembangkan energi baru dan terbarukan (EBT), kebutuhan energi listrik perlu dipenuhi dengan penyediaan batubara sebagai bahan baku dalam negeri. Batubara melimpah di Indonesia, tetapi pemanfaatan dalam negeri masih belum maksimal. Untuk menekan emisi gas rumah tangga pada batubara, perlu peningkatan efisiensi melalui intervensi teknologi. "Jika bisa mengoptimalkan penggunaan batubara, kita berpotensi terhindar dari krisis energi," ujar Kepala Balai Besar Teknologi Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Andhika Prastawa, Rabu (29/7), saat temu media di Jakarta. Ia mengatakan, Dewan Energi Nasional menyebutkan cadangan energi nasional hanya cukup untuk kurang dari 20 hari. Padahal, Jepang menyatakan kondisi krisis energi jika ketersediaan energi hanya cukup untuk kurang dari enam bulan. Tahun 2014, BPPT memperkirakan, jumlah pemanfaatan energi dalam 15 tahun mendatang melebihi kemampuan penyediaan secara mandiri, sehingga semakin bergantung pada impor. Hal itu juga berlaku jika Indonesia ingin memanfaatkan gas dalam penyediaan energi listrik. Andhika menuturkan, berdasarkan estimasi dalam Outlook Energi Nasional, dengan konsumsi bahan bakar gas seperti saat ini, konsumsi pada tahun 2019 diperkirakan mencapai 2.098 miliar kaki kubik (billion cubic feet -BCF). Produksi gas dalam negeri sekarang 2.680 BCF, sehingga Indonesia hanya mampu mengekspor 669 BCF. Dengan demikian, pada tahun-tahun berikutnya, Indonesia bakal sepenuhnya mengimpor gas. "Karena itu, proyek pembangkit listrik 35.000 MW difokuskan untuk pembangkit listrik berbahan bakar batubara," ujar Andhika. Produksi batubara saat ini sekitar 400 juta ton per tahun, sedangkan konsumsi dalam negeri hanya 23 persen dan 77 persennya untuk ekspor. Petani menuju ladang melewati jaringan pipa Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang dioperasikan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sabtu (21/3). Potensi energi panas bumi di Indonesia diketahui mencapai 28.000 megawatt atau sekitar 40 persen dari total cadangan energi panas bumi dunia. Pemanfaatan panas bumi sebagai pembangkit tenaga listrik akan mengurangi emisi gas rumah kaca yang masih dilepaskan pembangkit listrik berbasis bahan bakar fosil. Kompas/Agus SusantoPetani menuju ladang melewati jaringan pipa Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang dioperasikan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Area Kamojang di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Sabtu (21/3/2015). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pengamat energi dari Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman berpendapat, pengelolaan bisnis panas bumi sebaiknya tetap berada di tangan Pertamina, ketimbang bisnis tersebut dialihkan ke PT PLN (Persero).

Karena itu, dia menyatakan mendukung pendapat pernyataan Menteri ESDM Ignasius Jonan yang meminta PT PLN (Persero) fokus ke transmisi tenaga listrik.

"Sejak lama Pertamina sudah mengembangkan SDM-nya untuk bisnis ini (panas bumi). Mereka sudah menyekolahkan SDM-nya ke New Zealand," kata Yusri dalam keterangan persnya kepada Tribun, Jumat (28/10/2016).

Melihat ke belakang, Yusri menyatakan, Dinas Geothermal Pertamina pertama dibentuk 1974 dan pertama mengirim orang ke New Zealand Tahun 1979.

Karena itu dalam pengelolaan panas bumi, dia menilai Pertamina lebih memiliki pengalaman karena sudah terbukti mampu menangani proyek-proyek panas bumi seperti Gunung Rajabasa, Dieng, dan Lahendong.

"Soal bisnis panas bumi jangan diutak-atik serahkan saja ke Pertamina yang sudah pengalaman," kata Yusri.

Mengutip pernyataan Jonan, Yusri menyatakan, PLN sebaiknya fokus pada target merealisasikan pendirian pembangkit baru sebanyak 35.000 watt yang ditugasakan pemerintah.

Berita Rekomendasi

"Dalam kondisi sekarang ini, saya ragu PLN bisa fokus mengembangkan energi panas bumi," kata Yusri.

Sebelumnya, Menteri ESDM Ignasius Jonan meminta PLN fokus terlebih dahulu membangun transmisi tenaga listrik dibanding mengurusi persoalan panas bumi. Statement itu Jonan sampaikan menanggapi keinginan manajemen PLN masuk ke bisnis panas bumi.

"Masalah utama distribusi tenaga listrik belum tuntas," kata Jonan di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (27/10/2016) lalu.

Rasio elektrifikasi Indonesia saat ini sudah mencapai 88,3 persen. Namun, pemerataannya terbilang masih kurang. Menurut Jonan, salah satunya rasio cakupan (coverage ratio) listrik di Papua yang hanya sebesar 50 persen.

Dia juga menyatakan, pembangunan transmisi tenaga listrik mutlak dilakukan agar distribusi kelistrikan merata di wilayah Tanah Air.

"Selama ini, rasio elektrifikasi hanya mmenghitung konsumsi listik rumah tangga tanpa menghitung fasilitas umum dan fasilitas sosial yang terdapat di wilayah bersangkutan," jelas dia.

Niat PLN ke bisnis panas bumi bisa dimaklumi. Menurut Jonan, hal itu terkait untuk mencapai kondisi kelistrikan yang lebih efisien. Hanya saja Jonan khawatir PLN jadi tidak fokus.

"Ini (transmisi) harus jadi dulu. Jika PLN bisa bangun trasmisi segera laksanakan. Kalau tidak bisa gandeng swasta. Saya minta, hal prioritas seperti ini sebisa mungkin jangan gunakan dana APBN," kata Jonan.

PLN saat ini berhasrat mengakuisisi 50 persen saham PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) untuk masuk ke bisnis panas bumi dengan mengikuti lelang Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Salak dan Darajat milik Chevron.

Pemerintah menargetkan pembangunan transmisi pada megaproyek 35.000 MW bisa mencapai 46.597 kilometer (km).

Sepanjang 16.079 km transmisi atau mencapai 35 persen sudah memasuki pelaksanaan konstruksi dan sepanjang 26.709 km sudah memasuki masa pra konstruksi.

Transmisi yang sudah beroperasi mencapai 3.809 km atau 8 persen dari target.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas