Pengusaha Mineral Minta Kepastian Pemerintah Soal Larangan Ekspor Mineral
Kepastian hukum menjadi aspek penting bagi pengusaha agar dapat mempersiapkan rencana pengembangan ke depan sesuai arah kebijakan tersebut
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengusaha mineral meminta agar pemerintah segera menetapkan kebijakan terkait larangan ekspor mineral yang jatuh tempo pada 12 Januari 2017 mendatang.
Kepastian hukum menjadi aspek penting bagi pengusaha agar dapat mempersiapkan rencana pengembangan ke depan sesuai arah kebijakan tersebut.
Ketua Asosiasi Smelter Indonesia R Sukhyar mengatakan, pihaknya yakin bahwa pemerintah sedang merumuskan regulasi terkait larangan ekspor.
Larangan ekspor mutlak dibutuhkan pengusaha mineral karena sebagian besar sudah mengarah pada implementasi kebijakan hilirisasi melalui pembangunan smelter.
Sudah banyak kemajuan dari kebijakan hilirisasi, termasuk smelter yang dibangun sehingga produk olahan seperti nikel dan bauksit yang dihasilkan juga meningkat.
"Terkait dengan regulasi ini, ada dua hal pokok yakni produk hukumnya dan materinya. Yang terpenting materinya tetap konsisten dengan UU Minerba untuk menjaga kepastian usaha dan kepastian hukum," ujarnya, Kamis (1/12/2016).
Sukhyar menambahkan, harusnya sudah tidak ada lagi perdebatan terkait kebijakan yang mendasar dari pelaksanaan hilirisasi.
"Karena jika diputuskan relaksasi, hal itu merupakan langkah mundur. Semangat untuk menciptakan industrialisasi di sektor sumber daya alam tambang tidak akan tercapai," katanya.
Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Bauksit Indonesia (AP3I), Jonathan Handojo menambahkan, kepastian hukum memang mutlak bagi pengusaha.
Karena itu, ketegasan pemerintah harus ada dalam menjaga kepastian hukum.
"Hal terpenting adalah tidak ada lagi relaksasi mineral mentah, semua sudah harus dilakukan pengolahan di dalam negeri," katanya.
Jangan sampai, kata dia kebijakan yang ditetapkan pemerintah mendadak dan menyebabkan pengusaha mineral kesulitan dalam memenuhi amanat meningkatkan nilai tambah dari sektor mineral di dalam negeri.
Investasi yang sudah digelontorkan pun tidak sedikit, sehingga jika terjadi perubahan kebijakan yang signifikan dan sifatnya merusak iklim investasi, dipastikan investasi smelter bakal menjadi tidak menarik dan merugikan Indonesia.
"Pemerintah mendapat pemasukan berupa royalti senilai US$480 juta dan US$304 juta dari PNBP. Ini nilai yang tidak kecil selain nilai tambah dari pengolahan dan pemurnian yang sudah terjadi oleh kegiatan hilirisasi. Kami tetap akan berjuang agar UU Minerba dipertahankan," katanya.