Sempat Terlilit Utang, Para Waria Bangkit Bersama-sama Mendirikan Koperasi Swara
Untuk menyangga Permasalahan keuangannya, kaum waria bersama-sama membentuk Koperasi Swara di jatinegara,Jakarta Timur.
TRIBUNNEWS.COM - Waria tak diakui identitasnya, maka hampir pasti mereka tak punya Kartu Tanda Penduduk (KTP).
Dilihat dari penampilannya, para waria sulit menemukan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan mereka. Oleh karena tuntutan keuangan, mereka banyak menjadi pekerja seks atau pengamen.
Berikut kisah lengkapnya seperti yang dilansir dari Program Saga produksi KBR.
Setahun terakhir, pertemun koperasi Swara selalu dilakukan di lantai dua. Menumpang pada salon dan kantor sekretariat Sanggar Waria Remaja.
“Di teman-teman itu manajemen keuangannya sangat buruk. Permasalahan yang dihadapi waria muda, khususnya yang urban, mereka tidak punya identitas seperti KTP dan sebagainya. Itu membuat akses mereka tertutup. Misal, untuk membuat akun di bank. Kebanyakan waria muda di Jakarta terlilit utang ke rentenir. Karena akses mereka tertutup sementara kebutuhan mereka harus terpenuhi. Kostan mereka harus dibayar. Itu memaksa mereka harus pinjam uang ke rentenir mau nggak mau kan, “kata Rebecca.
Alhasil, banyak waria harus berhadapan dengan keuangan yang mencekik. Tanpa tabungan, hingga akhirnya terlilit utang. Sementara kebutuhan sehari-hari, tak mungkin berhenti.
“Kita belajar membuat wadah untuk teman-teman bisa menabung dan sama-sama belajar agar bisa memanage keuangan rumah tangga. Awal pembentukan, kita didampingi oleh yang sekarang jadi badan pengawasnya, ada dari Koperasi Tanah Baru, koperasi aktivis-aktivis perempuan. Kita nggak memiliki background yang paham secara baik bagaimana koperasi itu. Jadi sembari belajar, kita kerjasama untuk dapat pelatihan, “ungkap Rebecca.
“Mereka semangat sekali menabung. Misal ini nabung segini, yang ini ga mau kalah, jadi berlomba-lomba, “ungkap Rebecca.
Menurut Rebecca, beberapa waria berniat meminjam untuk modal usaha.
Penabulu yang disebut itu adalah yayasan yang melatih Koperasi Swara, saat mula-mula berdiri; seperti pentingnya pencatatan keuangan hingga pengelolaan manajemen koperasi.
Rebecca juga menekankan, pinjaman anggota diprioritaskan untuk kebutuhan mendesak.
Salah satu anggota koperasi, Echa, sudah mengalami sendiri. Sekali waktu keponakannya jatuh sakit. Ia butuh uang untuk berobat. Akhirnya Echa memutuskan pinjam ke koperasi. Pinjaman ini dirasa jauh lebih ringan dibanding ke rentenir.
"Walaupun kecil, aku pegen punya usaha sendiri. Pengennya sih gitu nabung, nabung, nabung, nanti tanpa kita sadari tabungannya sudah ada, bisalah buka usaha salon sendiri kecil-kecilan, “kata Echa.
Setiap bulan, mereka hanya harus menyumbang Rp 5000. Uangnya ini digunakan bersama-sama untuk biaya parkir dan membeli konsumsi tiap pertemuan.
Demi mencegah itu, Koperasi Swara mewajibkan anggota direkomendasikan dua orang lain untuk bisa jadi anggota pun meminjam. Dia dan teman-temannya sadar, unit ekonomi yang mereka bangun ini masih hijau. Tapi diam-diam mereka menyimpan mimpi lebih besar.
“Rencana jangka panjang ingin menyejahterakan teman-teman anggota kita berencana pengen punya semacam mini market kecil dikelola oleh teman-teman anggota ada hasilnya bisa dibagi sama rata untuk semua anggota, “ujar Rebecca.
Setelah besar, Rebecca ingin anggota bisa meminjam untuk modal usaha. Angan-angannya, koperasi kecil yang kini dibinanya bisa menjadi cikal-bakal unit usaha dari, oleh, dan untuk para waria.
Penulis: Ria Apriyani /Sumber: Kantor Berita Radio (KBR)