Pegawai Anak Usaha Pelindo II Minta Audit JICT Akuntabel
Menteri BUMN selaku RUPS juga belum memberikan izin kepada Pelindo II untuk memperpanjang JICT.
Penulis: Adiatmaputra Fajar Pratama
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (SP JICT), Nova Sofyan Hakim menilai audit investigasi perpanjangan kontrak JICT oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI harus dapat dipertanggungjawabkan.
Hal ini mengingat pelabuhan petikemas tersebut adalah aset emas Indonesia.
Salah satu poin dalam audit awal Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) BPK Nomor 48/Auditama VII/PDTT/12/2015 tertanggal 1 Desember 2015, terdapat nilai yang tidak optimal sebesar 50,19 juta dollar AS dalam perpanjangan kontrak JICT 2019-2038.
"Saya memandang, BPK harus lihat cermat," ujar Nova.
Menteri BUMN selaku RUPS juga belum memberikan izin kepada Pelindo II untuk memperpanjang JICT.
Selain itu saham Pelindo II belum mayoritas atau 51 persen seperti yang selama ini dipublikasikan perseroan tersebut.
Dengan demikian, dalam audit investigasi lanjutan BPK, Nova ingin adanya penegasan terhadap audit awal PDTT tersebut.
Dalam hal ini potensi kerugian negara dalam bentuk tidak optimalnya aspek keuangan dalam perpanjangan kontrak JICT tanpa sepengetahuan pemerintah.
"JICT adalah gerbang ekonomi nasional dan telah menjadi kebanggaan Indonesia karena menjadi salah satu pelabuhan petikemas terbaik di Asia," papar Nova.
Nova meyakini selama ini audit yang dilakukan BPK handal dan akuntabel. Namun jika BPK kurang cermat, kata dia, bisa berbahaya untuk negara.
Sebagai catatan, Nova menyebut nilai transaksi perpanjangan JICT yang tidak optimal sebesar 50,19 juta dollar AS menjadi potensi kerugian negara.
"Di satu sisi negara berkepentingan terhadap investasi asing. Disisi lain, saya khwatir jangan sampai jadi kontraproduktif dengan penegakan hukum jika audit BPK tidak clear," ujar Nova.