Penetapan Harga Gula untuk Jaga Daya Beli Masyarakat
Kesepakatan produsen dan distributor gula untuk menetapkan harga di level Rp 12.500 per kilogram dinilai sebagai kebijakan tepat
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kesepakatan produsen dan distributor gula untuk menetapkan harga di level Rp 12.500 per kilogram dinilai sebagai kebijakan tepat.
Pasalnya, hal itu bisa menjadi instrumen untuk menjaga daya beli masyarakat yang belakangan tengah menurun.
Baca: Ini Cara Pemerintah Stabilkan Harga Gula di Pasar
Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam, mengatakan di tengah-tengah performa ekspor yang belum bisa diharapkan menjadi faktor dominan dalam memacu pertumbuhan ekonomi, hal yang paling masuk akal saat ini adalah mendorong konsumsi masyarakat.
“Salah satunya dengan menciptakan stabilitas harga, ujungnya hal ini berkorelasi dengan daya beli dan konsumsi. Ini suatu hal yang baik dan perlu diapresiasi,” kata Latif di Jakarta, Rabu (25/1/2017).
Ia meyakini penetapan harga patokan, dilakukan berdasarkan perhitungan elastisitas daya beli masyarakat terhadap suatu produk atau komoditas. “Untuk menjaga daya beli masyarakat, boleh jadi harga gula memang di angka sebesar itu, kalau di atas harga tersebut bisa saja menurunkan daya beli,” ucapnya.
Namun, menurut Latif, langkah untuk menjaga daya beli masyarakat memang tak cukup hanya dengan menetapkan harga patokan. Dikatakannya, ada faktor-faktor lain yang juga harus diperhatikan pemerintah.
“Ada mekanisme pasar yang harusnya lebih dari hanya sekedar mempertemukan produsen dan distributor. Ada faktor lain seperti spekulan, jaringan distribusi atau biaya logistiknya atau bagaimana menghubungkan daerah produksi dengan daerah konsumsi, itu juga perlu dibereskan pemerintah,” tuturnya.
Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menuturkan, setelah kenaikan harga gula tahun lalu yang bisa mencapai Rp 16.000-Rp 17.000 per kilogram, saat ini harga gula memang tengah mencari keseimbangan baru, meski belum mencapai harga sebesar Rp 12.500 per kilogram seperti yang sekarang menjadi patokan.
Karenanya, jika ada kesepakatan untuk menetapkan harga gula konsumsi di level Rp 12.50 perkilogram, harus ada kompensasi yang diberikan kepada petani agar tidak terlalu merugikan atau menghilangkan potensi keuntungan.
Keterlibatan petani dalam mekanisme impor gula dijelaskannya bisa melalui pemberian kuota impor raw sugar ke sejumlah koperasi atau kelompok tani.
“Untuk kuota yang 400.000 ton itu bisa diberikan ke ke sejumlah kelompok petani, untuk kemudian bisa dijual ke pabrik gula rafinasi yang membutuhkan, jadi petani ada penghasilan lain,” tuturnya, di kesempatan berbeda.
Untuk diketahui, dalam upaya menekan harga jual gula ke level Rp 12.500 per kg, kementerian Perdagangan (Kemendag) juga melakukan pemangkasan jalur distribusi dari produsen ke konsumen.
Hal ini dilakukan dengan meningkatkan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) serta sektor swasta dalam pendistribusian gula.
Pemangkasan juga dilakukan dalam alur impor gula. Jika dulunya harus melalui penugasan dari pemerintah ke BUMN, kini Kemendag mengizinkan beberapa pabrik untuk mengimpor langsung gula mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih atau gula konsumsi.
Seperti diketahui, komitmen produsen dan distributor gula untuk menjaga harga gula pada level Rp 12.500 per kilogram (kg) pada tahun ini. dituangkan dalam nota kesepahaman yang ditandatangani oleh produsen (pabrik) dan distributor gula di kantor Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta (16/1).