Pertamina Mencari Mitra Pembangunan Kilang Minyak di Bontang
Membutuhkan total investasi antara 12 sampai 15 miliar dolar AS ini ditargetkan mampu mengolah minyak mentah 300 ribu barel per hari.
Penulis: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) tengah mencari mitra strategis dan calon investor untuk bersama-sama mengembangkan proyek Grass Root Refinery (GRR) Bontang. Tujuannya adalah membangun dan mengoperasikan kilang minyak baru di kota Bontang, Kaltim paling lambat 2023.
GRR Bontang yang membutuhkan total investasi antara 12 sampai 15 miliar dolar AS ini ditargetkan mampu mengolah minyak mentah 300 ribu barel per hari.
Ppelaksanaan pembangunan kilang baru di Bontang ini merupakan tindak lanjut dari Keputusan Menteri ESDM no 7935 K/10/MEM/2016 tanggal 9 Desember 2016 yang menugaskan PT.Pertamina (Persero) untuk membangun dan mengoperasikan kilang minyak di Bontang, Kalimantan Timur. Melalui proyek ini, Pertamina diharapkan bisa mendukung program Nawacita Presiden Jokowi, sebagai upaya meningkatkan program kemandirian energy dengan mengurangi impor BBM.
Terkait rencana kemitraan untuk merealisasikan GRR Bontang, Pertamina akan melakukan project expose pada tanggal 28 Februari 2017. Dalam kesempatan tersebut, Pertamina akan menyampaikan rencana awal pengembangan proyek, profil proyek serta konsep awal dari struktur dan model bisnis yang akan diterapkan.
Para calon investor yang berminat menjadi mitra bisa mendaftar selambat-lambatnya tanggal 24 Februari 2017 melalui grrbontang@pertamina.com. Peminat harus mengirimkan detail identitas, yakni nama, jabatan, dan alamat email beserta profil perusahaan dalam format pfd. File yang dikirim maksimum berukuran 10MB. Tempat dan waktu akan disampaikan kemudian pada para peserta yang mendaftarkan diri.
Sebagai mitra, Pertamina berharap ada konsorsium yang terdiri dari Oil & Gas Company, trader, lender serta investor internasional dan lokal yang di ketuai Oil & Gas company sebagai strategic partner. Mengingat besaran kebutuhan investasi, tidak akan bisa dihindari datangnya modal asing.
Namun Pertamina tetap berharap adanya investor lokal yang dapat berpartisipasi dalam konsorsium tersebut. Untuk tahap awal Pertamina merencanakan akan masuk dengan minimal kepemilikan sekitar 5 s/d 25 persen dan selanjutnya mempunyai hak atau pilihan untuk meningkatkan kepemilikan dalam periode yang akan disepakati kemudian.
Konsorsium yang terbentuk, diharapkan mampu berperan dalam pengadaan crude atau bahan baku dan menyiapkan pendanaan. Selain itu, mitra juga diharapkan mampu memasarkan produk yang tidak terserap di dalam negeri dengan mengekspornya ke pasar luar negeri seperti Australia, PNG, New Zealand dan Filipina.
Karena itu konsorsium mitra harus mempunyai strong track record di industry refinery, terutama dalam hal pelaksanaan proyek serta operational excellence. Syarat lain tentu harus sesuai dengan model bisnis yang pas dengan Pertamina. Punya niat untuk mempercepat dan merampungkan proyek pada tahun 2023, dan tentu saja bisa memberikan value added yang menarik bagi GRR Bontang.
“Dari sudut pandang bisnis, kriteria pemilihan partner tentu harus mempunyai pencapaian positif,. Tidak harus perusahaan publik. Kan mudah untuk melihat pengalaman operasional dan keberhasilannya,” demikian Rachmad Hardadi, Mega Project Refinery & Petrochemical Director dari Pertamina.
Sebagai BUMN Indonesia, Pertamina berharap agar kemitraan yang nantinya terbentuk, dalam pengambilan keputusan harus tetap memperhatikan aspek GCG yang kuat. Selain itu juga mengedepankan Indonesia content, sambil tetap menjaga kelangsungan bisnis. Hal yang merupakan kelaziman jika berhubungan dengan BUMN di setiap Negara.
Sampai saat ini Pertamina sudah mempunyai pengalaman positif dalam bermitra dengan pihak luar. “Contoh yang sudah beroperasi adalah bekerjasama dengan SK Energy dari Korea Selatan dalam kegiatan kilang yang menghasilkan pelumas katagori Lube Base Grup III (pelumas sintetis) sejak tahun 2007di kilang RU II Dumai, Sedangkan yang dalam proses pengembangan yaitu tahapan engineering design adalah Kerjasama dengan Rosneft untuk kilang baru Tuban dan dengan Saudi Aramco untuk RDMP Kilang Cilacap. ” ujar Rachmad Hardadi.
Jika melihat praktek usaha global, ada banyak contoh perusahaan sekelas Pertamina yang sukses dengan membuka diri untuk bermitra dengan pihak luar. Kisah sukses itu antara lain dialami Saudi Aramco, Kuwait Petroleum Int, BP, dan banyak perusahaan minyak kelas dunia lainnya.
Dengan bersikap terbuka, mereka mampu meningkatkan investasi untuk memperluas portofolionya secara global melampaui batas Negara. Keterbukaan untuk menerima dukungan pihak lain terbukti meningkatkan keuntungan perusahaan secara signifikan.
Secara umum kepentingan para shareholders akan mempengaruhi cara mengambil keputusan yang menjadi lebih menantang. Para pihak bersinergi untuk mencapai goal perusahaan agar dapat memperoleh keuntungan maksimal dalam usaha patungan tersebut.
Tantangan kedepan yang harus diantisipasi antara lain kualifikasi tim manajemen yang harus setara, baik dari Pertamina maupun dari para mitra usaha.
“Selain itu kita juga harus mengembangkan budaya untuk siap memimpin dan berkolaborasi dengan tim dari negara dan kebangsaan yang berbeda. Intinya dalam kemitraan tersebut, kita bisa menjaga rasa nasionalisme sambil tetap memberikan nilai positif kepada mitra yang telah bersedia menanamkan modalnya di Indonesia”, demikian Rachmad Hardadi menyampaikan.
Pertamina bersikap optimis, tawarannya untuk menarik investor dalam bentuk kemitraan untuk merealisasikan GRR Bontang akan menemukan partner yang tepat. Kerjasama tersebut secara bisnis akan menguntungkan semua pihak dan secara nasional memberikan nilai tambah dalam bentuk pajak dan penyerapan tenaga kerja.
Bagi Negara, akan mempunyai nilai strategis, sebab menjamin security of supply karena pabriknya ada di Indonesia. “Saat ini sistim perpajakan kita sudah siap untuk menarik investor, seperti tax holiday atau tax allowance. ,” demikian Rachmad Hardadi menutup perbincangan.