Penurunan Tarif Interkoneksi Dukung Persaingan Sehat Industri Telekomunikasi
Saat ini BRTI dan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) masih terus mengkaji besaran penurunan tarif interkoneksi
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS, JAKARTA - Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menilai kebijakan penurunan tarif interkoneksi merupakan salah satu upaya mendukung persaingan sehat di industri telekomunikasi di Indonesia.
Komisioner BRTI I Ketut Prihadi Kresna menegaskan, pihaknya berkomitmen mendukung industri telekomunikasi yang sehat.
"Penyesuaian terhadap tarif interkoneksi adalah salah satu upaya mengarah kepada persaingan industri telekomunikasi yang sehat," kata Ketut dalam keterangan pers, Kamis (9/3/2017).
Dia berpendapat tidak ada yang diuntungkan dalam penurunan tarif interkoneksi.
"Kalau saya lihat bila interkoneksi itu berbasis biaya, berarti tidak ada yang diuntungkan. Tapi hal ini akan lain ceritanya, bila biaya ini digabungkan dengan komponen lain yang nantinya akan menjadi tarif pungut ke pelanggan," ujarnya.
Saat ini BRTI dan Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) masih terus mengkaji besaran penurunan tarif interkoneksi.
Benyamin Sura, Direktur Telekomunikasi Ditjen PPI Kominfo, menyampaikan pihaknya sedang melakukan lelang tahap kedua untuk mendapatkan verifikator independen untuk menilai besaran nilai interkoneksi yang tentu membutuhkan data-data dari operator.
Dengan verifikator independen tersebut, lanjut Benyamin, diharapkan besaran nilai interkoneksi dapat diterima oleh semua pihak. Hal ini penting mengingat desain tarif interkoneksi masih belum berujung titik temu antar pelaku bisnis telekomunikasi.
Pengamat telekomunikasi, Bambang P Adiwiyoto, dalam seminar yang digelar Indonesia Technology Forum (ITF) menyatakan, sejak beberapa tahun lalu dasar yang digunakan oleh regulasi dalam menghitung interkoneksi adalah long run incremental cost (LRIC).
“Dengan metode ini seharusnya dilakukan penghitungan ulang biaya interkoneksi dengan berpegang pada dasar tarif operator yang paling efisien,” paparnya.
Artinya, konsumen bisa menggugat kalau dasar yang digunakan dalam mengambil kebijakan tarif interkoneksi itu bukan dari hitungan paling efisien.
Bambang juga menjelaskan, sebaiknya tarif interkoneksi tidak menggunakan batas bawah, tetapi menggunakan batas atas.
Penurunan tarif interkoneksi nantinya akan membuat trafik atau lalu lintas telepon meningkat.
"Artinya, pendapatan operator tidak akan terlalu tergerus dengan penurunan tarif interkoneksi," katanya.