Petani Kendeng Melawan Ganjar Pranowo: Lebih Baik Sakit Sebentar daripada Sakit Selamanya
"Ibu bumi sudah memberi kita semuanya, sekarang ibu bumi justru disakiti. Jangan sampai ibu bumi yang mengadili kita nanti karena disakiti."
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Butuh lima orang laki-laki untuk menurunkan Sukinah (41) dari truk Polisi yang membawanya seberang Istana Merdeka, tepatnya di sisi Barat Laut Monas, Jakarta Pusat siang kemarin, Selasa (13/3/2017).
Satu orang menggendong sang petani asal Rembang Jawa Tengah itu dengan cara memeluknya dari belakang, dua orang untuk setiap kaki Sukinah yang terbelenggu oleh kotak kayu berisi semen, mendorong kakinya sampai ujung truk, dan dua orang lagi memegangi setiap kaki Sukinah dari luar truk.
Tidak mudah untuk mengeluarkan Sukinah dari truk tanpa melukai kaki perempuan tersebut.
Para lelaki yang membantu Sukinah turun sampai harus beberapa kali berhenti memindahkannya, untuk mendiskusikan cara terbaik agar kaki perempuan itu tidak terluka.
Sementara Sukinah hanya diam, seperti pasrah menerima keadaan tersebut.
Setidaknya dibutuhkan waktu sekitar satu menit untuk menurunkan Sukinah ke bawah, ke troli barang yang sudah menunggunya.
Setelah perempuan tersebut sukses diangkut ke troli barang, ia lalu dibawa ke sisi Jalan Merdeka Selatan, di mana aksi oleh sebelas petani yang berasal dari kawasan Gunung Kendeng, Jawa Tengah, atau yang dikenal sebagai petani Kendeng, menggelar aksinya.
Hal yang sama juga dialami sembilan orang petani Kendeng lain yang kakinya sudah disemen seperti Sukinah sejak Senin 13/3/2017) lalu.
Mereka mengandalkan bantuan para lelaku pendukung aksi hari itu untuk keluar dari kendaraan, dan harus diangkut dengan troli untuk menuju ke lokasi aksi.
Dibutuhkan waktu yang cukup lama dari para peserta aksi tiba, hingga aksi bisa dimulai.
Aksi hari itu dimulai dengan Sukinah yang bermodal pengeras suara, melantunkan tembang tentang ibu bumi.
Dia melantunkan, "Ibu bumi wis maringi, Ibu bumi dilarani, Ibu bumi kang ngadili, La ilaha illallah, Muhammadur rasulullah," yang artinya "ibu bumi sudah memberi, ibu bumi disakiti, ibu bumi yang mengadili, tiada tuhan selain Allah, Muhammad rasul Allah."
Lirik dari tembang tersebut juga ditulis dalam aksara jawa, di sisi kotak kayu yang membelenggu Sukinah, dan peserta aksi yang menyemen kaki mereka untuk memprotes pendirian pabrik semen di Gunung Kendeng.