Temui Pejabat Kementerian ESDM, Freeport Kembali Ajak Berunding
Proses negosiasi tersebut terjadi karena PTFI menolak mengubah status izin Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Penulis: Apfia Tioconny Billy
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Negosiasi masih terus dilakukan pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Freeport Indonesia (PTFI) terkait status keberlanjutan pertambangan PTFI di Papua.
Direktur Freeport Clementino Lamury bersama Tony Wenas yang diisukan sebagai calon Direktur Eksekutif Freeport, mendatangi kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Selasa (14/3/2017) siang.
Sebelum bertemu dengan pejabat Kementerian ESDM, Tony Wenas menyatakan kedatangannya untuk melakukan negosiasi lanjutan, namun dia enggan memaparkan lebih jelas pokok-pokok negosiasi yang diajukan.
"Iya (negosiasi), tapi nanti saja (memaparkan negosiasi)," kata Tony Wenas, sebelum bernegosiasi, di lobi gedung utama Kementerian ESDM.
Sebelumnya, minggu lalu, pihak Kementerian ESDM dan PTFI telah melakukan negosiasi.
Usai dua jam melangsungkan negosiasi, kedua perwakilan PTFI tidak banyak berkomentar.
PTFI melalui Tony Wenas hanya menuturkan, mereka sedang mencari jalan terbaik untuk keduabelah pihak.
"Kita berdiskusi untuk coba mencarikan jalan keluar terbaik bagi kepentingan semuanya. Kalau substansinya kita belum tahu karena belum selesai," papar Tony Wenas.
Saat ditanya apakah sudah ditemukan jalan tengah untuk keduanya, pihak PTFI masih merahasiakannya.
"Ya pokoknya substansinya pada saatnya nanti akan kita sampaikan," imbuh Tony Wenas.
Proses negosiasi tersebut terjadi karena PTFI menolak mengubah status izin Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Hal tersebut terkait dengan tidak sesuainya isi perubahan izin usaha seperti divestasi saham 51 persen kepada pemerintah.
Sehingga penolakan tersebut berujung ancaman PTFI kepada pemerintah kalau akan membawa permasalahan tersebut ke pengadilan internasional arbitrase.
Maka langkah negosiasi dilakukan untuk menghindari penyelesaian di pengadilan tersebut dalam kurun waktu 120 hari sejak 17 Februari 2017 lalu.