Agar Tak Kalah Hadapi Google Dkk di Urusan Pajak, Ini yang Dilakukan Ditjen Pajak
Pada prinsipnya, surat edaran itu memberikan penegasan dan penjelasan penentuan BUT.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mulai menyiapkan ancang-ancang menghadapi sengketa pajak dengan Google.
Melalui Surat Edaran Nomor SE-04/PJ/2017, Ditjen Pajak mempertegas penentuan Badan Usaha Tetap (BUT) bagi Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang menyediakan layanan aplikasi atau konten melalui internet atau over the top (OTT).
Menurut Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama, pada prinsipnya, surat edaran itu memberikan penegasan dan penjelasan penentuan BUT.
Penentuan berdasarkan ketentuan yang berlaku, yakni UU Pajak Penghasilan (PPh) dan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B), katanya kepada KONTAN, Rabu (15/3/2017).
Hestu mengakui, pertimbangan dikeluarkannya surat edaran ini juga berhubungan dengan upaya penyelesaian pajak Google yang hingga saat ini masih belum menemukan titik terang.
Menegaskan bahwa Google memang memiliki BUT di Indonesia.
Ini berlaku juga untuk SPLN lain yang menyediakan layanan OTT, ucapnya.
Mengutip UU PPh, dalam surat edaran itu, Ditjen Pajak menegaskan yang dimaksud BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak berkedudukan di Indonesia.
BUT bisa berupa tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, pabrik; bengkel, gudang, ruang untuk promosi dan penjualan, pertambangan dan penggalian sumber alam, wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi, hingga komputer.
Selain itu BUT juga bisa berupa agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.
Dalam P3B, laba usaha yang diperoleh SPLN dapat dikenai pajak di Indonesia, sepanjang dilakukan melalui BUT di Indonesia.
Kepala Kantor Ditjen Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv bilang, Google masih menolak sebagai BUT.
"Kami sudah punya jurus taklukkan Google, bahwa sebetulnya dia punya BUT di Indonesia. Saya punya bukti," kata Haniv.
Menurutnya, permohon keringanan perpanjangan waktu menyerahkan laporan keuangan elektronik telah mengubah negosiasi. Ditjen Pajak akhirnya meminta kewajiban pajak Google dari pendapatan 2016, tidak hanya sampai 2015.
Reporter: Ghina Ghaliya Quddus/Ramadhani Prihatini