Kadin DKI: Pengusaha Tunggu Selesai Pilkada untuk Investasi Baru
"Mereka ini akan menunggu setelah Pilkada selesai untuk investasi. Ingin melewati setelah masa krisis."
Penulis: Apfia Tioconny Billy
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Apfia Tioconny Billy
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi DKI Jakarta berharap mulusnya Pilkada DKI Jakarta putaran pertama dapat terjadi pula pada putaran kedua.
Sebab, jika terjadi kericuhan seperti mengandung unsur SARA, ditakutkan akan mengganggu siklus investasi di DKI Jakarta.
"Diharapkan kondisi yang saat ini ada dipertahankan, karena Jakarta ini kan kota jasa yang sangat tergantung dengan iklim yang kondusif. Ini memang sangat dimonitor oleh investor-investor dari luar. Hiruk pikuk Pilkada ini juga sangat berpengaruh dengan pertumbuhan ekonomi kita," ujar Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sarman Simanjorang di JS Luwansa, Jakarta Selatan, Selasa (22/3/2017).
Dipaparkan kalau saat ini saja dimasa pilkada DKI Jakarta banyak investor yang masih menunggu untuk berinvestasi, bahkan ada pula investor yang memilih berinvestasi setelah masa Pilkada DKI berakhir.
"Mereka ini akan menunggu setelah Pilkada selesai untuk investasi. Ingin melewati setelah masa krisis. Ini masa krisis karena isu yang berkembang dapat menimbulkan gejolak di masyarakat yang memberikan ketidakpastian. Suasan kondusif baru mereka masuk," kata Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Sarman Simanjorang.
Kadin mengharapkan, pasangan calon calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta terpilih nantinya akan memperhatikan bisnis dan dunia usaha serta mengajak para pelaku usaha dalam pengaturan kebijakan.
"Pelaku usaha harus mampu diajak berkompetisi secara sehat," ucapnya.
Para pelaku usaha merasa kebijakan pemerintah tidak adil. Misalnya, lelang konsolidasi dengan nilai proyek Rp.500 juta sampai Rp 1 miliar yang seharusnya diperuntukkan kepada industri kecil dan menengah (IKM) atau usaha kecil dan menengah (UKM), tapi kenyataannya dikonsolidasikan menjadi Rp 100 miliar untuk BUMN.
"Terus IKM/UKM dapat apa? Itu kan yang kecil haknya IKM/UKM. Kalau konsolidasi beri ke BUMN itu kan tidak berpihak ke IKM/UKM. Itu kan kebijakan yang mematikan pihak UKM, tapi memajukan pihak BUMN," pungkas Sarman Simanjorang.