Ini Klarifikasi Kementerian ESDM Terkait Opini “Melunak Terhadap Freeport”
Tidak sedikit yang menghakimi Pemerintah tidak konsisten, melunak, dipecundangi, dan sebagainya.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Menyusul konferensi pers oleh Sekjen dan Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Selasa (4/4/2017), berkembang opini yang tidak sedap.
Banyak pemberitaan, komentar, opini, dan analisis yang mempertanyakan serta mempersoalkan komitmen juga konsistensi Pemerintah melalui Kementerian ESDM (K-ESDM) dalam penanganan persoalan PT Freeport Indonesia (FI).
Tidak sedikit yang menghakimi Pemerintah tidak konsisten, melunak, dipecundangi, dan sebagainya.
Agar publik dan pihak-pihak berkepentingan tidak tersesat oleh informasi yang tidak akurat serta tidak sesuai fakta, Staf Khusus Menteri ESDM, Hadi M Djuraid menyampaikan penjelasan sebagai klarifikasi atas berbagai isu yang berkembang.
Dalam berunding dengan FI, Kementerian ESDM mengacu dan berpedoman pada UU no 4 tahun 2009 dan PP no 1 tahun 2017.
Atas dasar itu, posisi dan sikap K-ESDM adalah menggunakan perundingan untuk memastikan FI mengubah Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi, membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter), dan divestasi saham hingga 51%.
Tiga poin tersebut tidak bisa ditawar dan dinegosiasi. Yang bisa dirundingkan adalah bagaimana implementasinya.
Sebelumnya, dalam konferensi pers 10 Februari 2017, CEO Freeport McMoran Richard Adkerson tegas menolak perubahan KK menjadi IUPK, menolak membayar bea keluar ekspor konsentrat, dan menolak divestasi saham 51%.
Ia juga menegaskan akan membawa ke arbitrase internasional jika dalam 120 hari tidak tercapai kesepakatan dengan Pemerintah Indonesia.
Dengan demikian, ketika mengawali perundingan pada Februari 2017, standing position kedua belah pihak sangat jelas.
Kedua belah pihak sepakat membagi perundingan dalam dua tahap, yaitu perundingan jangka pendek dan perundingan jangka panjang.
Jangka waktu perundingan adalah enam bulan, terhitung sejak Februari 2017. Fokus perundingan jangka pendek adalah perubahan KK menjadi IUPK.
Perubahan KK menjadi IUPK menjadi prioritas karena akan menjadi dasar bagi perundingan tahap berikutnya.
Di samping itu, IUPK memungkinkan operasi FI di Timika, Papua, kembali normal sehingga tidak timbul ekses ekonomi dan sosial berkepanjangan bagi masyarakat Timika pada khususnya dan Papua pada umumnya.