Perang Tarif Merebak Lagi, Industri Telekomunikasi Bakal Semakin Terpuruk
Dengan membeli paket paket Freedom Combo 5.0, pelanggan Indosat dapat menikmati tarif telpon Rp 1 per detik antar operator.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Perang tarif telekomunikasi nampaknya masih akan terus diberlakukan oleh operator telekomunikasi. Salah satu contohnya Indosat yang mulai mendeklarasikan tarif telepon Rp 1 per detik secara nasional.
Dalam keterangan pers yang diterima Tribunnews.com, Senin (15/5/2017) disebutkan, dengan membeli paket paket Freedom Combo 5.0, pelanggan Indosat dapat menikmati tarif telpon Rp 1 per detik antar operator.
Selain tarif telpon antar operator yang Rp 1 perdetik, paket Freedom Combo 5.0 memberikan konsumennya bonus kuota internet dan akses bebas kuota WhatsApp, Line, BBM, Path, Twitter, Facebook, Go-Jek, dan Grab.
Nampaknya operator telekomunikasi masih tak mau belajar dari perang tarif yang pernah dilakukan oleh Esia dan Axis. Axis dan Esia melakukan perang harga percakapan telponnya dan internet secara masiv.
Akibatnya industri telekomunikasi nasional menggalami tekanan dan mengurangi profitabilitas perusahaan telekomunikasi. Axis dan Esia yang dahulu getol melakukan banting-bantingan harga, kini tinggal kenangan.
Leonardo Henry Gavaza CFA, analis saham PT Bahana Securities, menyesalkan langkah yang dilakukan oleh Indosat tersebut. Pasalnya industri telekomunikasi di Indonesia sudah mulai pulih pasca perang harga yang dilakukan oleh para operator di tahun 2008 yang lalu.
Jika Indosat terus melakukan perang harga seperti sekarang ini, Leo bisa memastikan profitabilitas perseroan akan semakin terpuruk.
Jika profitabilitas terganggu dipastikan akan berdampak serius kepada revenue dan net profit. Revenue dan net profit perseroan akan kembali terseok-seok. Terlebih lagi tarif data yang dijual oleh operator saat ini sudah terbilang sangat murah.
“Jika Telkomsel sampai terpancing untuk menurunkan tarifnya kemungkinan Indosat dan XL bisa mati. Jika Indosat dan XL mati maka dominasi Telkomsel akan semakin kuat lagi yang ujungnya industry telekomunikasi nasional yang terpuruk,”papar Leo.
Memang dalam jangka pendek perang harga seolah-olah akan menguntungkan konsumen. Konsumen akan mendapatkan tarif yang murah. Selain itu rapor management kepada pemegang saham juga tampak kinclong. Ini disebabkan meningkatnya jumlah market share.
“Namun jangka panjang akan merusak industri telekomunikasi. Tak menutup kemungkinan pesaing Indosat juga akan melakukan hal yang sama. Jika ini sampai terjadi maka margin keuntungan akan tergerus dan industri telekomunikasi yang tahun lalu bisa tumbuh 10% kemungkinan tahun ini tak akan tercapai. Bahkan bisa mengalami minus,“ terang Leo.
Keberanian Indosat menerapkan tarif telpon Rp 1 perdetik antar operator tersebut lantaran margin keuntungan anak usaha Ooredoo itu pada kuartal pertama tahun 2017 yang mengalami kenaikkan. Dengan naiknya margin keuntungan tersebut, Indosat memiliki celah untuk melakukan perang harga.
Seperti diketahui bersama, tarif Rp 1 perdetik antar operator yang diberlakukan sejak pekan lalu merupakan tarif subsidi atau promosi yang diberikan Indosat untuk ‘menjerat’ calon konsumen yang berasal dari operator lain.
Seharusnya untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi antar operator, minimal Indosat harus mengeluarkan biaya Rp 250 per menit sebagai biaya interkoneksi. Belum ditambah dengan biaya penyelenggaraan jaringan, operasional dan marketing Indosat.
Selain kesulitan untuk membukukan pertumbuhan industri telekomunikasi dan memangkas margin, Kahlil Rowter, Chief Economist PT Danareksa Sekuritas mengatakan bahwa jika para operator telekomunikasi ini terus menerapkan tarif yang murah dan tidak masuk akal, dipastikan kemampuan penyelenggara jasa telpon tersebut akan terganggu. Mereka tak akan lagi mampu untuk membangun, mengembangkan jaringan dan menjaga kualitas layanan.
Dari data yang dikeluarkan oleh JP Morgan kualitas jaringan yang dimiliki oleh operator yang kerap melakukan perang tarif akan mengalami penurunan. Contohnya saja Indosat.
Jika bulan Mei hingga Juni 2016 yang lalu kecepatan unduh 4G Indosat mencapai 8,35 Mbps, namun di periode November 2016 hingga Januari 2017 kecepatannya tinggal 2,78 Mbps. Pada periode Januari 2017 hingga Maret 2017 kecepatan unduh jaringan 4G Indosat juga tak mengalami perbaikkan. Kecepatannya tidak beranjak dari 2.78 Mbps dengan availability 65%.
Kualitas yang diberikan oleh XL juga menggalami penurunan. Jika bulan Mei hingga Juni 2016 yang lalu kecepatan unduh 4G XL mencapai 10.02, periode November 2016 hingga Januari 2017 kecepatannya unduh 4G LTE XL masih 5,76 Mbps. Pada periode Januari 2017 hingga Maret 2017 kecepatan unduh jaringan 4G XL tinggal 5.76 Mbps dengan availability 67.35%.
Dari data tersebut jelas membuktikan bahwa operator telekomunikasi yang melakukan perang tarif dalam jangka panjang tidak akan mampu menjaga kualitas layanan yang akan diberikan kepada konsumennya. Ujung-ujungnya yang akan dirugikan adalah konsumen dan industri telekomunikasi nasional.