Mediasi Gagal, Sidang Perdana Gugatan Saham Bank Danamon Berlangsung di PN Jaksel
Dua ahli waris tersebut kompak mengatakan orangtuanya merupakan pemegang saham seri A Bank Kopra Indonesia
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang perdana gugatan terhadap PT Bank Danamon Indonesia Tbk yang sebelumnya merupakan Bank Kopra Indonesia digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (29/5/2017).
Dalam sidang lanjutan pihak penggugat Taty Djuairiah dan Irene Ratnawati Rusli merupakan anak pendiri Bank Kopra dan tim kuasa hukum hari ini membacakan gugatannya terhadap bank Danamon.
Kuasa hukum pihak penggugat, Effi Nasution mengatakan, setelah dilakukan mediasi dengan pihak Danamon pada tanggal (27/4) lalu belum mendapatkan titik terang, dan dianggap gagal," ujarnya, Senin (29/5/2017).
Lanjutnya menjelaskan, mediasi tersebut gagal karena tidak tercapainya kesepakatan bersama.
Effi menambahkan, kliennya tetap pada materi gugatan awal. Yaitu, menuntut pembayaran atas saham Bank Kopra yang kini sudah berganti nama menjadi Bank Danamon dengan nilai berkisar Rp 1 triliun lebih.
Dua ahli waris tersebut kompak mengatakan orangtuanya merupakan pemegang saham seri A Bank Kopra Indonesia dengan masing-masing 104 saham milik ayah Taty yaitu Daud dan 253 saham milik Roesli.
Pihak penggugat meminta kerugian materil Rp 985,95 juta dan imateril Rp 100 miliar untuk penggugat I. Serta Rp 1,45 triliun kerugian materil dan Rp 100 miliar kerugian imateril bagi penggugat II.
Ina Silalahi yang menjadi salah satu tim kuasa hukum penggugat menyatakan, saat ini keluarga berharap agar masalah ini segera selesai.
"Karena masalah kepemilikan ini sejak tahun 2000 kliennya digantung oleh pihak tergugat."
Pihak PT Bank Danamon Indonesia Tbk sebelumnya menyatakan, kepemilikan saham dari dua pendiri Bank Kopra Indonesia Daud Badaruddin dan Roesli Halil sudah sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Direktur Independen dan Sekretaris Perusahaan Bank Danamon Rita Mirasari dikutip Kontan, Selasa, 2 Mei 2017 mengatakan, kedua pendiri Bank Kopra tersebut telah menjual sahamnya kepada perusahaan lewat R. Soetrisno, mengacu pada Akta Notaris pada 13 Juli 1962.