Pengamat: Isi RUU Penyiaran Bertentangan dengan UU Persaingan Usaha Sehat
Penguasaan yang mengarah pada pembatasan dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Penulis: Choirul Arifin
"Melihat pada isi Pasal-pasal yang disebutkan diatas dihubungkan dengan RUU Penyiaran yang akan menetapkan LPP RTRI sebagai Multiplexer Tunggal tentu sudah jelas tidak sesuai dengan semangat UU Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat," tegas Kamilov Sagala.
Dia menambahkan, Menkominfo tidak memperhatikan betul keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dengan kepentingan umum.
"Penetapan LPP RTRI menjadi Multiplexer Tunggal juga akan berakibat pada menurunnya iklim usaha yang kondusif serta jaminan kepastian dan kesempatan berusaha tidak ada karena sudah terjadi praktek monopoli oleh LPP RTRI melalui RUU Penyiaran ini," ungkapnya.
RUU Penyiaran ini juga membatasi kebebasan LPS dalam berinovasi dan berkreasi karena harus menyesuaikan dengan standar yang nantinya ditetapkan LPP RTRI.
"Jika dalam industri penyiaran diterapkan Single Mux, artinya Pemerintah mengabaikan infrastruktur-infrastruktur eksisting yang sudah dibangun LPS yang akan menjadi mubazir dan akhirnya merugikan LPS karena harus tetap merawat dan melakukan maintenance serta akan terjadi pengurangan tenaga kerja transmisi pada LPS karena pekerjaannya sudah diambil alih oleh LPP RTRI," ungkap Kamilov Sagala.
ATVSI Tolak Single Mux
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Televisi Swasta Nasional Indonesia (ATVSI) Ishadi SK di sela acara buka puasa bersama dengan media di Jakarta, menegaskan, penerapan konsep single mux di era demokratisasi penyiaran berpotensi menciptakan praktek monopoli yang diharamkan oleh UU Nomor Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Hal itu karena penguasaan atas faktor produksi, dalam hal ini frekuensi siaran/slot kanal dan infrastruktur oleh single mux operator, yakni LPP RTRI, adalah salah satu kegiatan yang menunjukkan adanya posisi dominan/otoritas tunggal oleh Pemerintah yang diduga berpotensi disalahgunakan untuk membatasi pasar industri penyiaran.
Penguasaan yang mengarah pada pembatasan ini dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
“Penetapan RTRI sebagai penyelenggara tunggal multipleksing juga berpotensi melanggar Undang-Undang Anti Monopoli, tidak adanya jaminan terselenggaranya standar layanan (service level) penyiaran digital yang baik dan kompetitif dan tentunya jaminan kebebasan menyampaikan pendapat melalui layar kaca,” ujar Ishadi SK.