Soal Industri Reklame, Pemerintah Didesak Harus Ada Izin yang Komprehensif
Atas hal tersebut para pengusaha menuntut adanya payung hukum untuk melindungi keberlangsungan bisnis reklame di Jakarta.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Kisruh antara pengusaha reklame dengan pemerintah provinsi DKI Jakarta kian memanas. Kali ini, pengusaha menilai para stakeholder dan aparat telah main hakim sendiri dengan upaya menghalangi pekerjaan, menghambat proses perizinan, dan lain sebagainya.
Atas hal tersebut para pengusaha menuntut adanya payung hukum untuk melindungi keberlangsungan bisnis reklame di Jakarta.
Pengusaha reklame dari PT Pixel Media Inovasi, Martono menyatakan salah satu praktiknya Walikota Jakarta Pusat hendak mencabut reklame yang telah dipasang dikarenakan ada laporan dari warga.
Padahal, menurut Martono pihaknya telah mengantongi izin pemasangan, dan persetujuan dari warga. Salah satunya adalah papan reklame berukuran 10x5 meter di Jl Danau Jempang, Kelurahan Bendungan Hilir, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
"Praktik di lapangan terjadi distorsi, ada yang kontraproduktif. Ke depan perlu kajian yang lebih komprehensif dan realistis untuk diterapkan dan tidak mematikan industri yang ada, sehingga aturan yg ada bisa Pergub harus sejalan dengan peraturan daerah. Ini di lapangan semua semena-mena jadinya," tutur Martono.
Martono menilai ada pihak yang sengaja ingin mematikan industri tersebut. Padahal menurutnya, industri reklame merupakan salah satu industri kreatif yang harus diperjuangkan karena memiliki kontribusi cukup besar untuk negara, serta banyak menyerap tenaga kerja.
“Industri reklame merupakan salah satu bagian dari bisnis kreatif yang harus diperjuangkan. Karena dalam pelaksanaannya kita banyak menyerap banyak tenaga kerja, dan membangkitkan industri lain yang berhubungan dengan struktur reklame seperti industri papan, kain, sticker, dan lain sebagainya. Dengan adanya ketidakpastian ini kami anggap ada oknum yang sengaja mau matikan industri ini,” ujar Martono.
Martono menyebut kejadian yang ada di Danau Jempang banyak yang tidak sesuai prosedur. Menurut Martono ada penyelewangan kekuasaan yang biasanya ada komunikasi antar pihak.
"Dari SP 1 ini tiba-tiba langsung SP 3. Sudah main hakim sendiri," tutupnya.