Ratusan Triliun Rupiah Uang Berputar Selama Lebaran, Perekonomian Daerah Melejit
Perputaran uang selama Lebaran, menurut Direktur INDEF Enny Sri Hartati, mudik Lebaran seharusnya bisa dijadikan peluang untuk meningkatkan ekonomi.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sepekan sudah libur lebaran berlalu sejak Minggu (25/06). Seperti biasa, kala libur lebaran tiba, berkunjung ke tempat wisata bersama keluarga lazim dilakukan bahkan menjadi sebuah ritual wajib.
Ratusan orang tampak mengunjungi lokasi wisata Tebing Breksi di Desa Sambirejo, Prambanan, Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka tampak menaiki tangga tebing dan juga berfoto-foto pada akhir pekan terakhir libur Idul Fitri, Sabtu (01/07).
Tebing Breksi merupakan salah satu lokasi wisata yang dipadati pengunjung pada libur lebaran ini, meningkat lebih dari 100% jika dibandingkan dengan hari biasa yang mencapai 1.000 orang dan 5.000 pada hari Minggu kecuali pada bulan Ramadan.
Untuk masa libur lebaran mulai Minggu (25/06) angkanya meningkat di kisaran 9.500 setiap harinya. "Meningkat terus sejak hari lebaran sampai sekarang," kata Kholiq Widiyanto, Ketua Pengelola Desa Wisata Tebing Breksi, Sabtu (01/07).
"Puncak peningkatan saya perkirakan besok (02/07) akhir libur lebaran," tambahnya.
Dari peningkatan jumlah pengunjung, jika dirata-rata, pengelola mendapatkan omset Rp20 juta setiap harinya dari biaya parkir dan lain-lain. Jika dikalikan tujuh hari atau selama libur lebaran mulai Minggu (25/06) sampai Sabtu (01/07), total omzet yang didapatkan pengelola Tebing Breksi mencapai Rp140 juta.
Candi Prambanan
Perputaran uang juga terjadi di Candi Prambanan. Di sini, jumlah pengunjung rata-rata per hari mencapai 25.000 orang.
Setiap pengunjung masuk diwajibkan membayar tiket senilai Rp40 ribu untuk orang dewasa dan Rp20 ribu untuk anak-anak. Berbeda dengan Tebing Breksi yang hanya dikenai biaya parkir motor Rp2000 dan mobil Rp5000, tapi tidak ada tiket masuk.
Meski membayar, di Prambanan pengunjung meningkat 10% dibanding tahun kemarin. "Meningkat 10%," kata Pujo Suwarno, GM Unit Prambanan, Taman Wisata Candi Prambanan, Borobudur dan Ratu Boko (TWCPBB), Sabtu (01/07).
Sejak dibuka pada libur lebaran, jumlah pengunjung pada hari pertama Lebaran hanya berkisar 5.000 orang. Namun, pada hari-hari selanjutnya sempat menyentuh 30 ribu orang.
Dari jumlah pengunjung yang terus mengalami peningkatan dan diprediksi akan terus terjadi sampai akhir libur lebaran, Pujo mengestimasi perputaran uang setiap harinya di di Candi Prambanan mencapai Rp3 miliar hingga Rp5 miliar.
Hunian hotel
Peningkatan juga terjadi di tingkat hunian hotel. Menurut Istidjab M. Danunagoro dari Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), puncak peningkatan okupansi hunian hotel terjadi pada Rabu (28/06) dan Kamis (29/06) kemarin.
"Ada peningkatan 15%-20%," kata Istidjab.
Data Amrta Institute menyebut saat ini setidaknya terdapat 350 hotel berbintang di DIY dengan jumlah kamar 15.000 unit. Jika jumlah tersebut dikalikan dengan harga kamar yang paling murah yakni Rp250.000 per hari, maka jumlah yang didapat mencapai Rp3.750.000.000 perharinya.
Jumlah miliaran rupiah yang beredar di DIY saat libur lebaran ini baru dari dua lokasi wisata dan okupansi hunian hotel. Angka itu akan bertambah lagi jika ditambah dengan omzet di lokasi wisata lainnya, seperti kebon binatang Gembiraloka, pantai, dan omzet dari makanan khas atau oleh-oleh asli DIY.
Malang
Peningkatan pengunjung juga terjadi di Kabupaten Malang. Ribuan orang tampak mendatangi Masjid Tiban yang berada di Pondok Pesantren Salafiah Bihaaru Bahri Asali Fadlaailir Rahmah, Sanan Rejo, Turen, Kabupaten Malang.
Salah satunya pengunjung asal Tegal, Bambang Samroni. Dia tengah mengagumi arsitektur masjid dengan perpaduan antara gaya oriental, Timur Tengah dan Eropa.
"Ya penasaran pengen tahu, ada masjid merasa ornamen gaya-gaya aneh nggak kayak di tempat lain," kata Bambang.
Tak hanya lokasi wisata yang ramai dikunjungi para pemudik, mereka juga menyerbu toko oleh-oleh khas Malang, seperti keripik buah dan sayur serta buah apel.
Ridwan, pedagang oleh-oleh khas Malang, mengaku pendapatannya melonjak sampai 30% dari rata-rata.
"Ya mereka (pengunjung) mencari oleh-oleh khas malang, " kata Ridwan. "Omset penjualannya sekitar Rp4 juta (per hari)".
Pulau Jawa diuntungkan
Bank Indonesia memperkirakan kebutuhan penarikan uang tunai selama libur lebaran mencapai Rp167 trilliun, naik 14% dibandingkan Idul Fitri 2016.
Tetapi Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut Pulau Jawa yang paling banyak diuntungkan dengan mudik Lebaran.
"Mungkin mayoritas yang akan diuntungkan terutama di Pulau Jawa karena tradisi pulang kampung pada saat Lebaran berkonsentrasi di Pulau Jawa, jadi mungkin untuk beberapa provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Yogya, akan mendapatkan aktivitas dari sisi tempat tinggal hotel, " kata Sri Mulyani pada Minggu (25/06) lalu.
Dia juga menambahkan aktivitas ekonomi di daerah meningkat seiring bertambahnya kebutuhan makanan di daerah saat Lebaran, sehingga mendatangkan keuntungan bagi para pemilik restoran.
Daerah harus kreatif
Perputaran uang selama Lebaran, menurut Direktur INDEF Enny Sri Hartati, mudik Lebaran seharusnya bisa dijadikan peluang untuk meningkatkan ekonomi di daerah.
"Jangka pendek misalnya, kalau banyak daerah mempunyai kreativitas untuk menyediakan kebutuhan pemudik selama mereka tinggal di daerah itu kan mestinya akan meningkatkan berbagai potensi daerah, minimal yang mereka konsumsi selama di desa itu bukan barang-barang dari kota lagi, tapi barang-barang produksi daerah kuliner daerah termasuk suvenir," jelas Enny.
Minat para pemudik pada lokasi-lokasi wisata, menurut Enny, dapat dimanfaatkan untuk mempromosikan destinasi wisata yang akan meningkatkan pemasukan daerah.
Selain jangka pendek, Enny berpendapat momen mudik ini juga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi di daerah dalam jangka panjang.
"Jadi saat Lebaran ini bisa dijadikan tes untuk mengeluarkan produk tertentu, setelah Lebaran bisa dlihat mana yang laku dan yang tidak, selain itu para jaringan dengan orang yang berurbanisasi ini dapat dilakukan," kata dia.
Enny mengatakan selama ini urbanisasi belum memberikan dampak untuk meningkatkan ekonomi desa, terutama dalam menurunkan angka kemiskinan di desa, yang jumlahnya hampir dua kali lipat lebih besar dibandingkan di kota.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di perdesaan mencapai 17,28 juta atau 13,96%. Sementara di perkotaan 10,49 juta jiwa (7,73%).
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.