Karena Meikarta, Peluncuran Proyek Kompetitor Ditunda
Siapa tak tahu Meikarta? Proyek raksasa di Cikarang Timur, besutan PT Lippo Cikarang Tbk ini dalam sebulan terakhir memenuhi ruang publik.
TRIBUNNEWS.COM - Siapa tak tahu Meikarta? Proyek raksasa di Cikarang Timur, besutan PT Lippo Cikarang Tbk ini dalam sebulan terakhir memenuhi ruang publik.
Betapa tidak, meminjam istilah Ketua Ombudsman Alamsyah Saragih, kampanye promosinya dilakukan secara besar-besaran.
Meikarta memenuhi tiap sudut dan relung kota dalam bentuk baliho, spanduk, standing banner, dan juga materi iklan verbal, visual, serta digital.
Kampanye iklan Meikarta bisa dijumpai di perkantoran-perkantoran, pusat belanja, hotel, bandara, jembatan penyeberangan, kompleks perumahan, pasar modern, bahkan di dalam lift serta mobil dan kendaraan pribadi.
Ujaran "Saya ingin pindah ke Meikarta", menjadi demikian populer di tengah-tengah isu pajak buku Tere Liye dan Rohingya.
Selain fenomenal, kampanya promosi Meikarta juga memorakporandakan pakem-pakem yang selama ini menghiasai konstelasi bisnis properti di Indonesia.
Dari segi harga, salah satunya. Proyek yang menempati area seluas 500 hektar ini ditawarkan dengan nominal sangat murah yakni Rp 5 juta hingga Rp 7 juta per meter persegi.
Angka ini, jauh lebih rendah dibanding harga rusunami Perumnas sekalipun.
Bahkan, proyek yang identitasnya diambil dari nama ibunda James Riady (Chairman Lippo Group), ini menyisakan realita kompetisi tak seimbang di kalangan pelaku bisnis properti.
Beberapa pengembang terpaksa menunda peluncuran proyek apartemen terbarunya, ketimbang harus hanyut ditelan eforia Meikarta.
Direktur PT Metropolitan Land Tbk (Metland) Wahyu Sutistio menuturkan, perseroan saat ini lebih fokus pada pengembangan landed residential (perumahan tapak).
Metland juga memutuskan menunda peluncuran apartemen di kawasan yang tak jauh dari pengembangan Meikarta yakni, Tambun dan Cibitung, Kabupaten Bekasi.
"Kami memutuskan untuk menjadwal ulang peluncuran (reschedule) apartemen di Tambun dan Cibitung. Kami konsentrasi di perumahan," ungkap Wahyu kepada KompasProperti, Jumat (8/7/2017).
Namun begitu, Wahyu tak bersedia merinci proyek apartemen mana saja yang ditunda peluncurannya oleh Metland.
Yang jelas, tambah dia, daripada kalah bersaing dan hanyut diterjang "banjir" Meikarta, lebih baik mencari waktu yang tepat.
Tak hanya Metalnd, menurut Wahyu, pengembang lain yang punya lahan berdekatan dengan Meikarta juga melakukan aksi wait and see.
Sementara sebagian lainnya yang kadung telah memasarkan apartemen pada semester II tahun ini, terganggu penjualannya.
Belum tiarap
Lepas dari kontroversinya, harus diakui kehadiran Meikarta secara tidak langsung telah menunjukkan bahwa bisnis properti di Indonesia masih ada, alias belum benar-benar tiarap.
Terbukti, penjualan Meikarta hingga Agustus 2017, telah menembus angka 99.300 unit. Tingkat penjualan ini sangat fantastis di tengah-tengah perlambatan ekonomi.
Kendati pun penjualan ini, diakui Direktur Informasi Publik Meikarta Danang Kemayan Jati hanya sebatas Nomor Urut Pemesanan (NUP), dan belum dihitung sebagai transaksi.
"Ini angin segar buat bisnis properti kita. Semua jadi terstimulasi untuk bangkit dan membangun," kata Wahyu.
Hal senada juga dikatakan Direktur PT Ciputra Development Tbk Artadinata Djangkar. Menurut dia, cara habis-habisan Lippo Cikarang menjual Meikarta, mengundang respons pasar yang sangat besar.
"Di tengah kondisi pasar properti yang belum kuat, peluncuran Meikarta ini memberi sinyal adanya market confidence dari pihak pengembang dan direspons positif oleh pasar," ucap Arta.