Di Kota-kota yang Disebut Ini, Harga Properti Sudah Keterlaluan Mahalnya
"Perubahan momentum makroekonomi, pergeseran sentimen investor atau kenaikan pasokan utama dapat memicu penurunan harga rumah," tulis UBS
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Investasi properti termasuk paling diminati investor. Harga rumah yang selalu menanjak menjadi pertimbangan orang membeli rumah.
Tingginya permintaan properti mengerek harga. Bahkan harga rumah di sejumlah kota dunia naik cepat melebihi fundamental dan berisiko menimbulkan gelembung alias bubble harga rumah yang bisa meledak setiap saat.
Laporan terbaru UBS menyebutkan, lima tahun terakhir risiko bubble naik signifikan. Berdasarkan laporan Global Real Estate Bubble Index, ada kota yang memiliki potensi bubble harga properti.
Kota mana sajakah?
Diantaranya adalah Kota Toronto di Kanada, Stockholm (Swedia), Munich (Jerman), Vancouver (Kanada), British Columbia (Kanada), Sidney (Australia), London (Inggris), Hong Kong dan Amsterdam (Belanda).
Harga rumah secara riil di kota-kota ini meningkat 50% sejak tahun 2011. Kenaikan ini jauh lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi lokal dan juga inflasi.
Bahkan lebih tinggi ketimbang pendapatan sewa yang cuma naik kurang dari 10%.
Meskipun dalam indeks tidak ada kota di Amerika Serikat (AS) yang berpotensi bubble, namun harga rumah di San Francisco dan Los Angeles dianggap sudah terlampau tinggi. Harga rumah di San Francisco naik hampir 65% dari tahun 2011.
Indikator ini menunjukkan risiko bubble terbatas, mengingat fundamental ekonomi di kota tersebut masih kuat didukung ledakan bisnis teknologi di wilayah tersebut.
Di pasar Kanada dan Eropa, harga tempat tinggal telah meningkat cepat karena suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) secara historis di level terendah.
Sedangkan di Amerika Serikat (AS), tingkat hipotek yang rendah justru membantu konsumen untuk memborong rumah. Namun sejatinya harga rumah jual kembali masih sangat rendah.
Pengembang rumah di AS masih belum pulih dari krisis perumahan yang dimulai akhir 2000-an. Pengembang juga tak lagi memproduksi rumah baru.
Risiko bubble harga rumah tidak dapat dibuktikan sampai benar-benar meledak. Alarm dini tetap harus dipasang agar investor waspada dan terlindungi. Sejarah juga membuktikan risiko pasar saat ini tak lepas dari fundamental ekonomi pasar lokal.
"Perubahan momentum makroekonomi, pergeseran sentimen investor atau kenaikan pasokan utama dapat memicu penurunan harga rumah," tulis UBS seperti dikutip CNBC.