Bos BEI: Pemerintah Perlu Konsultasi ke DPR Soal Perubahan Persero BUMN Tambang
Tito Sulistio menilai pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN perlu untuk berkonsultasi dengan DPR perihal perubahan status perseroan
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Fajar Anjungroso
Laporan Wartawan Tribunenws.com, Syahrizal Sidik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio menilai pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN perlu untuk berkonsultasi dengan DPR perihal perubahan status perseroan pada perusahaan BUMN.
Hal tersebut terkait rencana pemerintah menghapus status persero pada tiga perusahaan tambang pelat merah yang tercatat di BEI, yaitu PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), dan PT Timah Tbk (TINS), untuk berada di bawah holding BUMN PT Inalum (Persero).
Tiga perusahaan tersebut akan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) guna meminta persertujuan para pemegang sahamnya tentang perubahaan anggaran dasar.
"Menurut Undang-undang No 19 tahun 2003 pasal 74 samppai 86, konsultasi untuk mengubah persero itu diperlukan," ujar Tito Sulistio di Gedung Bursa Efek Indonesia, Sudirman, Jakarta Selatan, Senin (20/11/2017).
Lebih lanjut, Tito menjelaskan dampak dari perubahan status persero akan menghilangkan hak pemegang saham minoritas. Oleh karenanya, selain berkonsultasi ke DPR, menurutnya tender offer adalah hal yang wajib.
"Tapi buat bursa sebagai lembaga, kita ikut, untuk tender offer keputusan juga bukan di bursa sendiri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) punya hak untuk menentukan," tambahnya.
Tender offer bagi bagi BEI perlu mengingat bursa memiliki kewajiban untuk melindungi hak investor minoritas.
Pro kontra terkait rencana penghapusan status perseroan juga ditanggapi pengamat. Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gajah Mada, A. Tony Prasetiantono berpandangan, rencana pembentukkan holding pertambangan dinilai tidak akan efektif jika ditujukan dalam rangka menigkatkan efisiensi sekaligus kinerja BUMN di sektor pertambangan.
Sebab, kata Tony, rencana pembentukkan holding perusahaan pelat merah pertambangan malah akan memunculkan malah baru khususnya di sisi manajemen.
Baca: Rizky Pora Tak Gubris Tawaran Menggiurkan PSM Makassar dan Persija Jakarta
"Sebetulnya untuk meningkatkan efesiensi manajemen BUMN tambang itu lebih tepat di-merger, bukan holding. Holding (sebetulnya) hanya transisi," ujar Tony di Gedung BEI, Sudirman, Jakarta, Senin (20/11/2017).
Meski begitu Tony bilang, di dalam pelaksanaan merger dibutuhkan situasi yang kondusif untuk menunjang keberhasilan dari tujuan yang dicapai.
Oleh karenanya, dia meminta pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN untuk mengkaji ulang terkait implementasi holding BUMN pertambangan.
Namun, menurut Tito, bagus atau tidaknya holding BUMN adalah masalah teknis perusahaan.
"Itu masalah teknis perusahaan, kita mengharapkan dong suatu saat punya perusahaan besar, holding ini go public, hasilnya besar, itu bagus, tapi ini dua hal berbeda, antara minority protection dan holding yang nanti hasilnya bagus," pungkas Tito.